Gerakan Ayah Antar Anak di Hari Pertama Sekolah Dibuat Agar “Fatherless” Berkurang

Admin Utama

July 14, 2025

3
Min Read

Fakta Mengejutkan! Lebih dari 20% Anak Indonesia ‘Tanpa Ayah’, Solusi BKKBN Ini Wajib Ditiru!

Pernahkah Anda membayangkan, lebih dari seperlima anak muda di Indonesia tumbuh tanpa sosok ayah yang hadir secara emosional? Angka ini, 20,9%, sungguh membuat miris dan menguak luka lama: fenomena fatherless di Indonesia. Namun, jangan panik dulu! Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN punya gebrakan baru yang patut diacungi jempol untuk menyelamatkan generasi muda kita dari krisis peran ayah ini.

Merespon tingginya angka tersebut, BKKBN mencetuskan sebuah gerakan inspiratif bernama “Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah”. Bukan sekadar seremoni, gerakan ini adalah alarm keras bagi para ayah di seluruh negeri. Menteri Kemendukbangga/BKKBN, Wihaji, menegaskan bahwa kehadiran sosok ayah, terutama dalam teori kepemimpinan, sangat krusial dalam membentuk karakter anak. Ini bukan hanya tentang mengantar anak ke gerbang sekolah, tapi tentang menanamkan fondasi kepribadian yang kuat sejak dini.

Data mencengangkan tentang fatherless di Indonesia memang menjadi pemicu utama. Bayangkan, 20,9 persen anak-anak remaja kita merasa kehilangan sosok ayah, atau yang biasa disebut fatherless. Ini bukan sekadar angka, ini adalah wajah-wajah anak muda yang merindukan bimbingan, perhatian, dan kehadiran emosional dari figur ayah. Inilah mengapa tanggal 14 Juli, yang menjadi hari pertama masuk sekolah tahun ajaran 2025/2026, dipilih Kemendukbangga sebagai momen peluncuran gerakan ini.

Untuk memastikan gerakan ini masif, Kemendukbangga telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2025. Surat edaran ini berisi imbauan tegas agar program “Ayah Mengantar Anak” diikuti, terutama oleh para Aparatur Sipil Negara (ASN). Bahkan, ada aturan khusus bagi ASN yang mengantar anaknya: mereka wajib kembali ke kantor maksimal pukul 12.00 dan melapor ke atasan. Komitmen pemerintah terhadap isu peran ayah dalam pengasuhan ini benar-benar serius, bahkan Menteri Wihaji sendiri turun langsung meninjau pelaksanaannya di SMAN 9 Jakarta Timur.

Lalu, apa sebenarnya penyebab kondisi fatherless di Indonesia ini bisa begitu tinggi? Wihaji menjelaskan, ada beberapa faktor yang berkontribusi. Pertama, orang tua, khususnya ayah, seringkali menganggap anak yang sudah remaja sudah cukup mandiri dan tidak lagi membutuhkan perhatian intens. Padahal, secara emosional, remaja justru sangat membutuhkan dukungan dan komunikasi yang berkelanjutan. Kedua, kesibukan pekerjaan seringkali menjadi kambing hitam. Ayah terlalu sibuk mengejar karier, sehingga komunikasi antara anak dan orang tua di rumah terabaikan. Dan yang tak kalah penting, gawai atau gadget kini menjadi “teman” utama anak-anak, mengalahkan waktu berinteraksi langsung dengan orang tua.

Gerakan “Ayah Mengantar Anak” ini adalah langkah awal yang patut kita apresiasi. Ini bukan hanya tentang hari pertama sekolah, tapi tentang kesadaran akan pentingnya peran ayah yang tak tergantikan dalam membentuk karakter dan masa depan anak. Mari kita dukung penuh inisiatif BKKBN ini, karena membangun keluarga yang utuh adalah pondasi bagi Indonesia yang lebih kuat. Bagaimana menurut Anda? Apakah fenomena fatherless di Indonesia ini juga Anda rasakan dampaknya? Bagikan pengalaman dan pandangan Anda di kolom komentar, dan jangan ragu untuk berbagi artikel ini agar semakin banyak yang tercerahkan!

Leave a Comment

Related Post