
BRASILIA, KOMPAS.com — Kisah tragis seorang pendaki asal Brasil di Gunung Rinjani, Lombok, Indonesia, kini membuka babak baru yang mengejutkan. Pemerintah Brasil secara serius membuka pintu jalur hukum internasional, bahkan mengancam akan menyeret Indonesia ke meja Komisi Antar-Amerika untuk Hak Asasi Manusia (IACHR)! Mengapa kasus kematian Juliana Marins ini begitu genting hingga memicu potensi “perang” hukum antarnegara? Dugaannya tak main-main: ada indikasi kelalaian fatal dari otoritas Indonesia.
Kantor Pembela Umum Federal (DPU) Brasil benar-benar serius. Pada Senin (30/6/2025) lalu, mereka melayangkan permintaan resmi kepada Kepolisian Federal (PF) untuk menyelidiki secara mendalam kemungkinan adanya unsur kelalaian dari pihak otoritas Indonesia dalam insiden yang menewaskan Juliana, seorang warga negara Brasil, saat mendaki Gunung Rinjani. Jika indikasi pelanggaran terbukti, Brasil tidak akan ragu membawa kasus kematian Juliana Marins ini ke forum internasional yang lebih tinggi, seperti Komisi Antar-Amerika untuk Hak Asasi Manusia (IACHR).
“Kami sedang menunggu laporan yang disusun oleh otoritas Indonesia. Setelah laporan itu diterima, kami akan menentukan langkah hukum berikutnya,” ujar Taisa Bittencourt, Pembela HAM Regional dari DPU, menegaskan keseriusan pihak Brasil.
Permintaan Otopsi Ulang yang Mengguncang
Setibanya jenazah Juliana Marins di Brasil pada Selasa (1/7/2025), keluarga tidak buang waktu. Mereka segera meminta otopsi ulang untuk memastikan waktu dan penyebab kematian secara akurat. Permintaan krusial ini langsung dikabulkan pemerintah federal dan dijadwalkan berlangsung di Institut Medis Legal (IML) Rio de Janeiro pada hari yang sama. Menurut DPU, pemeriksaan kedua ini sangat vital untuk mengklarifikasi dugaan bahwa Juliana mungkin tidak mendapatkan pertolongan memadai setelah kecelakaan tragis itu terjadi.
“Otopsi kedua ini adalah permintaan dari keluarga. Kami akan mendampingi mereka sesuai hasil laporan dan keputusan yang akan diambil,” tambah Taisa. Kecurigaan keluarga bukan tanpa alasan. Pemeriksaan awal di Bali memang menyebutkan Juliana meninggal akibat trauma hebat, termasuk patah tulang dan luka dalam, dan sempat bertahan hidup selama 20 menit pasca-insiden. Namun, keluarga mengeluhkan proses penyampaian hasil otopsi yang serampangan; justru digelar konferensi pers sebelum mereka sempat mendapatkan laporan resmi. “Keluarga kami dipanggil ke rumah sakit untuk menerima hasil, tapi malah konferensi pers digelar duluan. Kekacauan ini benar-benar tak berkesudahan,” keluh Mariana Marins, saudari korban.
Investigasi di Indonesia Terus Berjalan Tapi Belum Ada Tersangka
Di sisi Indonesia, Polres Lombok Timur terus bergerak melakukan penyelidikan kematian tragis Juliana Marins. Sejumlah pihak, termasuk pemandu wisata yang mendampingi Juliana, porter pembawa barang, petugas polisi kehutanan, serta pihak biro perjalanan yang terkait dengan pendakian Rinjani, telah diperiksa. Penyelidikan difokuskan untuk mengetahui apakah ada unsur kelalaian dalam peristiwa yang menyebabkan kematian wanita berusia 26 tahun tersebut. Namun, hingga kini, belum ada tersangka yang diidentifikasi. “Fokus kami adalah mengumpulkan data dan menganalisis pernyataan para saksi,” ujar seorang penyidik kepada media lokal. Kedutaan Besar Brasil di Indonesia juga mengikuti jalannya penyelidikan ini secara aktif, memantau setiap perkembangan.
Peluang Dibawa ke Forum HAM Internasional: Pukulan Telak bagi Citra Indonesia?
Jika terbukti ada kelalaian fatal, kasus kematian Juliana Marins ini berpotensi besar dibawa ke Komisi Antar-Amerika untuk Hak Asasi Manusia (IACHR), sebuah lembaga di bawah Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) yang berkantor pusat di Washington, AS. Meskipun IACHR tidak memiliki kewenangan hukum seperti pengadilan, keputusan dan rekomendasinya memiliki bobot politik dan moral yang luar biasa. Komisi ini dapat mengeluarkan rekomendasi agar negara memperbaiki kebijakan atau bahkan memberikan kompensasi kepada korban pelanggaran HAM. Ini bisa menjadi pukulan telak bagi citra Indonesia di mata dunia internasional jika kelalaian benar-benar terbukti.
Kesimpulan: Akankah Keadilan Ditegakkan?
Kisah tragis Juliana Marins ini jauh dari kata usai. Pertanyaan-pertanyaan besar masih menggantung: Apa sebenarnya yang terjadi di Gunung Rinjani? Apakah ada pihak yang benar-benar lalai dan bertanggung jawab atas kematian Juliana? Dan akankah keadilan benar-benar ditegakkan melalui jalur hukum internasional yang ditempuh pemerintah Brasil? Perjuangan keluarga dan pemerintah Brasil menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap peristiwa, apalagi yang menyangkut nyawa seseorang. Ini adalah ujian bagi Indonesia.
Bagaimana pendapat Anda tentang kasus kematian Juliana Marins di Rinjani ini? Layakkah kasus ini dibawa ke ranah internasional? Bagikan opini Anda di kolom komentar dan bantu sebarkan artikel ini agar kebenaran terungkap!









Leave a Comment