Tragedi Prada Lucky: Fakta Mengerikan di Balik Kekerasan Senior-Junior TNI yang Tak Terungkap!

Admin Utama

August 9, 2025

4
Min Read

Sakit Hati Ayah Prada Lucky: “Hukuman Mati dan Pecat untuk Pembunuh Anakku!”

Kematian tragis Prajurit Dua (Prada) TNI Lucky Chepril Saputra Namo mengguncang keluarga dan memicu amarah sang ayah, Sersan Mayor Christian Namo. Prada Lucky diduga tewas dianiaya seniornya sendiri pada 6 Agustus 2025 lalu. Video kemarahan Christian Namo yang menuntut keadilan viral di media sosial.

“Hukuman cuma dua buat pelaku, hukuman mati dan dipecat,” tegas Christian Namo, menggambarkan betapa hancurnya hati seorang ayah kehilangan putra akibat kekerasan brutal.

Luka Lebam dan Sundutan Rokok: Bukti Kekejaman

Prada Lucky ditemukan tewas dengan luka mengerikan di sekujur tubuhnya. Lebam, sayatan, dan bekas sundutan rokok menjadi bukti bisu kekerasan yang dialaminya. Christian Namo tak hanya menuntut hukuman setimpal, tapi juga meminta pertanggungjawaban penuh dari para pelaku.

Investigasi Berjalan: Lebih dari 20 Orang Diperiksa

Sub Detasemen Polisi Militer Kupang bergerak cepat menangkap sejumlah terduga pelaku. Lebih dari 20 orang telah diperiksa terkait kasus ini. Namun, pihak TNI belum memberikan keterangan resmi mengenai motif di balik dugaan penganiayaan yang merenggut nyawa tentara muda tersebut.

Kekerasan di Internal TNI: Masalah Sistemik?

Tragisnya, kasus Prada Lucky menambah daftar panjang kekerasan yang terjadi di internal TNI. Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai bahwa akar masalahnya lebih kompleks dari sekadar perilaku individu.

“Tidak bisa semata-mata diarahkan hanya ke pelaku, melainkan perlu melihat lebih luas dari struktur dan dinamikanya,” ujar Fahmi. Ia menjelaskan bahwa kekerasan kolektif biasanya dipicu oleh situasi tertentu, identifikasi sosial, dan peran kolektif yang dirasakan pelaku.

Dehumanisasi: Akar Kekerasan yang Mengerikan

Ketika elemen-elemen tersebut bersatu, Fahmi menyebutkan terjadinya proses depersonalisasi. Individu berhenti melihat orang lain sebagai manusia seutuhnya. Emosi meningkat, sensitivitas menurun, dan korban mengalami dehumanisasi. Kekerasan pun dianggap wajar, bahkan sebagai bentuk pembenaran moral.

Fahmi juga menyinggung kultur internal TNI yang perlu dievaluasi. Uji psikologi saat rekrutmen tidak menjamin kondisi mental prajurit akan tetap stabil setelah bertugas. Lingkungan kedinasan, pengawasan senior, dan sistem penanganan pelanggaran sangat memengaruhi mental prajurit.

“Bagaimana mereka diasuh oleh senior, sejauh mana pengawasan dan teladan diberikan pimpinan, dan bagaimana sistem menanggapi pelanggaran,” jelas Fahmi.

Mentalitas Superior: Pedang Bermata Dua

TNI dibentuk sebagai alat kekerasan negara. Prajurit dididik untuk siap bertempur, mentalitas yang menciptakan tuntutan untuk menjadi superior. Hal ini bisa berbahaya jika prajurit tidak dapat mengendalikan emosi.

“Mentalitas bisa meluber ke arah yang salah, terutama ketika kekerasan diarahkan kepada sesama prajurit, atau lebih parah lagi ke warga sipil,” imbuh Fahmi.

Solusi: Memperkuat Moral dan Menegakkan Hukum

Fahmi menyarankan beberapa solusi untuk meminimalisir kekerasan di internal TNI, yaitu memperkuat nilai-nilai moral prajurit, mempertegas integritas, dan menumbuhkan rasa malu terhadap penyimpangan.

“Sistem hukum juga harus ditegakkan tanpa pandang bulu, agar setiap pelanggaran tidak dianggap remeh,” katanya.

Peran pimpinan di level terbawah juga sangat krusial. Komandan peleton hingga batalion harus menjadi teladan moral bagi para prajurit.

“Pimpinan harus berani bersikap, membimbing, mengawasi, dan menindak. Bukan malah membiarkan arogansi tumbuh subur, apalagi membungkus kekerasan dengan dalih pembinaan,” tegasnya.

DPR Turun Tangan: Kasus Prada Lucky Tak Boleh Terulang

Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Akbarshah Fikarno Laksono, mengecam keras penganiayaan yang dialami Prada Lucky. Ia menilai tindakan tersebut menciderai nilai-nilai dasar militer, yaitu disiplin, kehormatan, dan perlindungan terhadap anggota.

“Kami mendesak agar proses investigasi dilakukan secara transparan, obyektif, dan menyeluruh,” kata Dave.

Ia juga meminta pimpinan tertinggi TNI untuk memberikan perhatian khusus terhadap pembinaan mental dan budaya satuan agar pola relasi senior-junior yang berujung pada kekerasan tidak terulang.

“Kami akan terus mengawal proses ini. Keadilan bagi Prada Lucky adalah keadilan bagi seluruh prajurit muda Indonesia,” pungkas Dave.

Kesimpulan: Keadilan Harus Ditegakkan!

Kematian Prada Lucky adalah tragedi yang tidak boleh dilupakan. Kasus ini menjadi momentum untuk membersihkan praktik kekerasan di internal TNI dan memastikan keadilan ditegakkan. Bagaimana menurutmu? Apakah hukuman yang setimpal akan memberikan efek jera? Bagikan pendapatmu di kolom komentar dan jangan lupa sebarkan artikel ini!

Leave a Comment

Related Post