
Sains Indonesia – , Jakarta – Tim kuasa hukum Tom Lembong menyebut majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat keliru menilai kliennya melakukan perbuatan melawan hukum dalam perkara korupsi impor gula. Dalam memori banding yang diajukan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 29 Juli 2025, tim hukum menegaskan seluruh unsur perbuatan melawan hukum dalam putusan sebelumnya tidak terbukti di persidangan.
“Yang dimaksud perbuatan melawan hukum bisa kami jawab semua bahwa itu tidak sesuai dengan fakta persidangan,” kata salah satu anggota penasihat hukum Tom, Ari Yusuf Amir, dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Rabu, 30 Juli 2025.
Menurut Ari, tidak semua perbuatan melawan hukum otomatis menjadi tindak pidana. Ia mengatakan, tindakan yang dianggap melanggar hukum dalam perkara ini seharusnya masuk ranah administrasi atau perdata, bukan pidana.
“Perbuatan melawan hukum itu ada kaitannya dengan administrasi negara, ada juga perdata tapi tidak serta merta pidana,” ujarnya.
Ia pun membeberkan, dalam perkara yang diatur Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tipikor, harus ada unsur kesengajaan atau niat jahat (mens rea). Jika tidak terpenuhi, maka tidak bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. “Kalau tidak ada mens rea, tidak ada perkara ini,” kata Ari.
Tim hukum juga mempersoalkan penilaian hakim bahwa mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong memperkaya pihak lain melalui kebijakan impor gula kristal mentah. Ari menyebut tuduhan itu lemah karena tidak ada keuntungan yang dinikmati pihak lain secara melawan hukum. “Itu proses mekanisme bisnis yang sangat biasa dan lumrah,” ujarnya.
Sebelumnya, Tom Lembong mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyatakan ia bersalah melakukan korupsi dalam kebijakan impor gula tahun 2015–2016. Vonis dibacakan pada 18 Juli 2025. Tom dihukum 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun, ia tidak dibebani uang pengganti karena dinilai tidak menerima keuntungan pribadi.
Permohonan banding diajukan Tom melalui penasihat hukumnya, Zaid Mushafi, pada 22 Juli 2025. Dalam permohonan itu, Zaid menyebut banyak pertimbangan hakim yang tidak sesuai dengan fakta persidangan, termasuk anggapan bahwa Tom menyetujui impor gula tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian. Menurut Zaid, rekomendasi itu hanya diperlukan untuk impor gula industri, bukan untuk gula kristal mentah yang akan diolah menjadi gula rafinasi.
Ia juga menegaskan, kebijakan impor tersebut justru memberi manfaat ekonomi bagi negara. “Ahli yang kami hadirkan di persidangan menyebut kebijakan ini memberikan keuntungan Rp 900 miliar untuk negara. Itu sudah kami buktikan, malah dibilang merugikan,” kata Zaid.
Pilihan Editor: Berebut Mengusut Pembuat Beras Oplosan









Leave a Comment