
PHNOM PENH, KOMPAS.com – Kamboja dan Thailand pada Sabtu (26/7/2025) menyepakati pertemuan bilateral guna merundingkan gencatan senjata, setelah beberapa hari perang di perbatasan kedua negara.
Kesepakatan tersebut diumumkan usai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melakukan komunikasi langsung dengan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dan Perdana Menteri interim Thailand Phumtham Wechayachai.
“Mereka sepakat untuk segera bertemu dan segera menyusun Gencatan Senjata, dan pada akhirnya, PERDAMAIAN!” tulis Trump melalui akun media sosial Truth Social, dikutip dari CNN.
Baca juga: 2 Hari Perang, Kamboja Minta Gencatan Senjata dengan Thailand
Trump menyampaikan bahwa dirinya mengancam tidak akan melanjutkan pembahasan kesepakatan dagang jika perang Thailand-Kamboja berlanjut.
“Mereka juga ingin kembali ke ‘Meja Perundingan’ dengan Amerika Serikat, yang menurut kami tidak pantas dilakukan sampai pertempuran BERHENTI,” tambahnya.
Sebelumnya, Trump juga mengirimkan surat kepada Pemerintah Thailand dan Kamboja. Ia mengancam akan mengenakan tarif 36 persen atas sebagian besar ekspor dari kedua negara ke AS mulai 1 Agustus 2025, apabila perang tidak mereda.
Pada Minggu (27/7/2025) dini hari waktu setempat, Hun Manet menyampaikan apresiasinya atas peran Trump.
Ia menyatakan, Kamboja menyetujui usulan gencatan senjata segera dan tanpa syarat dengan angkatan bersenjata negara tetangganya itu.
Anak mantan PM Hun Sen itu juga menuturkan, telah meminta dukungan dari Ketua ASEAN sekaligus Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, terkait seruan damai tersebut.
Sementara itu, pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Thailand lebih berhati-hati. Pemerintah “Negeri Gajah Putih” menekankan perlunya melihat niat tulus dari pihak Kamboja.
Meski begitu, Phumtham menyatakan bahwa ia meminta Trump menyampaikan, Thailand siap mengadakan dialog bilateral sesegera mungkin guna menyusun langkah-langkah konkret menuju gencatan senjata dan penyelesaian damai.
Baca juga: Candi Era Sriwijaya Jadi Pemicu Perang Thailand-Kamboja, Begini Sejarahnya
Kondisi terkini perang Thailand-Kamboja
Perang Thailand-Kamboja disebabkan sengketa perbatasan yang memperebutkan area sekitar Candi Preah Vihear dan Ta Muen Thom.
Kepemilikan atas wilayah tersebut menandakan klaim atas budaya dan identitas nasional, selain tentu saja perluasan wilayah.
Pada 1962, Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan bahwa Preah Vihear adalah milik Kamboja.
Kamboja pun mengajukan candi ini sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada 2008, yang memicu krisis politik di Thailand dan menambah ketegangan di perbatasan.
Thailand lalu menolaknya dan menuntut penyelesaian sengketa dilakukan secara bilateral, bukan melalui mekanisme internasional.
Baca juga: Drone Thailand Serang Pos Militer Kamboja, 582 Sekolah Ditutup
Perang terbaru pun pecah pada Kamis (24/7/2025), menewaskan lebih dari belasan orang. Puluhan lainnya dilaporkan luka-luka, sedangkan lebih dari 150.000 warga sipil terpaksa mengungsi dari wilayah terdampak.
Perang ini melibatkan Thailand, sekutu lama AS yang memiliki pengalaman militer puluhan tahun, melawan Kamboja yang memiliki angkatan bersenjata relatif muda dan menjalin kedekatan strategis dengan China.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam keras perang Thailand-Kamboja. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyampaikan kesiapannya untuk membantu mendorong penyelesaian damai.
Dalam pernyataan resmi yang dirilis oleh juru bicaranya pada Sabtu, Guterres menawarkan dukungan segala upaya menuju penyelesaian sengketa secara damai.
Baca juga: Mengapa Thailand-Kamboja Bertempur?









Leave a Comment