Sore: Istri dari Masa Depan – Fakta Tersembunyi yang Bikin Merinding!

Admin Utama

July 26, 2025

5
Min Read

“Ada tiga hal yang tidak bisa kita ubah: masa lalu, rasa sakit, dan kematian.” – Film ‘Sore’: Bikin Baper Maksimal atau Sekadar Drama Time Travel?

Pernah gak sih lo ngerasa kayak pengen banget muter balik waktu buat ngubah sesuatu? Nah, film Sore: Istri dari Masa Depan ini kayaknya relate banget sama perasaan itu. Dialog di atas, meskipun bukan dari pemeran utama, sukses jadi kunci yang ngebuka seluruh cerita yang berdurasi hampir dua jam ini.

Awalnya dari web series di YouTube, film ini berkembang jadi sesuatu yang lebih dalam dari sekadar usaha seorang istri buat bikin suaminya hidup sehat. Lebih dari itu, Sore justru terasa kayak elegi tentang seorang perempuan yang berjuang nerima kenyataan pahit kehilangan orang yang dicintainya.

Yandy Laurens, sang sutradara, ngebawa kita ke dalam pergulatan batin Sore (diperankan Sheila Dara) yang lagi berduka, dengan sentuhan fiksi ilmiah berupa perjalanan waktu. Film ini udah tayang sejak 10 Juli 2025, dan dalam dua minggu pertama udah ditonton lebih dari 1,8 juta orang. Tapi, tentu aja, ada pro dan kontra yang muncul.

Ada yang bilang Sore ini dilihat dari sudut pandang cowok banget (male gaze), jadi karakter Sore digambarin lemah dan bucin abis. Tapi, ada juga yang ngerasa film ini pantes banget jadi kandidat film terbaik tahun ini. Hmm, jadi sebenernya gimana sih kisah Sore ini?

Simbol Patriarki atau Perjuangan Cinta Sejati?

Banyak yang bilang Sore itu kayak simbol silent patriarchy. Soalnya, film ini dibuka dengan Jonathan (Dion Wiyoko) yang sibuk jadi fotografer dan keliling dunia buat ngedokumentasiin perubahan iklim. Sore dateng buat ngubah hidup Jonathan, mulai dari ngatur makan, ngajak olahraga, sampe nyita rokok dan alkohol.

Sore bahkan berkali-kali bilang bakal terus milih Jonathan walau harus ngulang waktu sampe sepuluh ribu kali. Sementara itu, Jonathan tetep cuek sama kebiasaan buruknya. Tapi, ada satu ucapannya yang ngena banget: “Orang berubah bukan karena rasa takut, tapi karena dicintai.”

Tapi, semua itu berubah pas Sore ketemu sama pemilik butik di Zagreb, Kroasia, yang nyadarin dia tentang tiga hal yang gak bisa diubah: masa lalu, rasa sakit, dan kematian.

Dari situ, tujuan Sore berubah. Dia mulai nebus waktu yang udah dia lewatin bareng Jonathan. Semuanya dia lakuin buat dirinya sendiri, meskipun harus “nyolong” waktu. Simbol waktu di film ini juga gak cuma jam, tapi juga perubahan siang dan malam, krisis iklim, sampe fenomena alam kayak aurora borealis yang tiba-tiba muncul di Kroasia.

Kata Yandy Laurens, lokasi syuting di Kroasia, Finlandia, dan Indonesia dipilih karena sesuai sama fokus Jonathan sebagai fotografer yang pengen ngangkat isu-isu lingkungan.

‘Bisa Jadi Itu Ego’ – Tahapan Berduka ala Sore

Elizabeth Kübler-Ross, seorang psikiater, punya teori tentang lima tahapan berduka: penyangkalan, kemarahan, penawaran, depresi, dan penerimaan. Kayaknya, Sore ini masih stuck di tahap penyangkalan.

Menurut Kalis Mardiasih, seorang aktivis perempuan, kita bisa ngeliat Sore sebagai perempuan yang lagi berduka, bukan sebagai orang yang berfungsi normal sehari-hari. Jadi, semua tindakan Sore buat nyelametin Jonathan itu cuma gambaran “seandainya” sebelum kejadian yang nyakitin itu terjadi.

“Ia sedang memikirkan ‘what if‘,” kata Kalis.

Tika Primandari, yang udah dua kali nonton film ini, baru bisa ngerti maksud Sore setelah nonton bareng suaminya. “Apa yang dilakukan Sore itu kan coming from grief. Saat berduka kadang akan melakukan banyak hal supaya enggak berduka lagi. Apakah Sore itu selfless? Enggak. Tapi apakah itu ego? Bisa jadi,” ujar Tika.

Analogi Sisifus – Mendorong Batu yang Gak Pernah Sampai Puncak

Okki Sutanto, seorang penulis dan pengamat isu sosial, ngeliat proses yang dijalanin Sore kayak Sisifus, tokoh mitologi Yunani yang terus-terusan ngedorong batu ke puncak, tapi selalu gagal.

“Bagi banyak orang, kisah Sisifus berbicara soal usaha yang sia-sia dan tak bermakna. Tapi, selama ia menikmati prosesnya, selayaknyalah ia berbahagia. Mungkin itu juga yang Sore alami,” kata Okki.

“Tujuannya ke masa lalu jelas bertemu dengan Jonathan dan mengubah masa depan suaminya.”

“Di dalam proses penuh kesabaran, tujuan pertamanya sudah tercapai yaitu hidup lebih lama dengan Jonathan, ketika tujuan kedua belum tercapai ya tak masalah,” ujarnya kemudian.

Okki nambahin, perubahan dan penerimaan yang dialamin Sore nunjukkin kalo semua hal besar dalam hidup butuh proses dan kesabaran.

Pengaruh Musik – Barasuara Bikin Nyesek!

Selain perdebatan tentang karakter Sore, musik di film ini juga jadi daya tarik tersendiri. Pemilihan lagu “Terbuang Dalam Waktu” dari Barasuara sukses banget bikin penonton baper maksimal di akhir film.

Libby Damjanovic, seorang peneliti psikologi, nulis kalo musik dan memori itu saling berhubungan. Kecocokan antara emosi film dan musik ini disebut efek mood-congruency. Lagu-lagu di film ini jadi nempel di pikiran dan ningkatin popularitas filmnya.

“Terbuang Dalam Waktu” yang dirilis tahun 2023, sekarang jadi banyak didengerin lagi dan jadi musik latar di berbagai konten media sosial.

Layak Jadi Film Terbaik? – Ada yang Bilang Kurang Logis!

Sugar Nadia Azier, Ketua Komite Film Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), justru fokus sama konsep fiksi sains yang ditawarin film ini. Meskipun eksekusinya segar, logika ilmiah dari perjalanan waktu di film Sore ini kurang dijelasin.

Dia nyebutin beberapa film kayak Interstellar (2014) dan Kimi no Na wa (2016) yang punya kaitan sama fisika kuantum.

“Sebagai fiksi aja dapat. Tapi film kan ada logika realismenya juga,” ujar Sugar.

Sugar nambahin kalo film ini unggul dalam eksperimentasi dan teknis, tapi logika cerita dan sebagian pemeranan masih kurang.

Jadi, Gimana Menurut Lo?

Sore: Istri dari Masa Depan ini emang film yang kompleks dan bisa ngundang berbagai interpretasi. Ada yang bilang film ini bikin baper, ada yang bilang kurang logis. Tapi, satu hal yang pasti, film ini sukses bikin kita mikir tentang cinta, kehilangan, dan penerimaan.

Nah, kalo menurut lo sendiri gimana? Apakah film ini layak jadi film terbaik tahun ini? Atau cuma sekadar drama time travel biasa? Share pendapat lo di kolom komentar ya! Dan jangan lupa share artikel ini ke temen-temen lo biar makin rame diskusinya!

Leave a Comment

Related Post