Soal Kuota 11 Pemain Asing di Super League 2025/2026, Ada Kekhawatiran Soal Anggaran Klub Membengkak

Admin Utama

July 13, 2025

4
Min Read

Sains Indonesia – , Jakarta – Kompetisi sepak bola kasta tertinggi Indonesia berganti nama, yang sebelumnya Liga 1 menjadi Super League 2025/2026 untuk musim depan yang dijadwalkan mulai 1 Agustus nanti. Jumlah kuota pemain asing yang sebelumnya delapan orang ditambah menjadi 11 orang.

Pengamat sepak bola Erwiyantoro menyoroti kebutuhan dana yang harus disediakan oleh klub untuk memenuhi 11 pemain asing. Dia membuat perhitungan kasar, apabila per pemain dikontrak dengan Rp 4 miliar, total Rp 44 miliar. Dengan lima pemain lokal yang dikontrak dengan Rp 2 miliar per pemain, maka dana yang dibutuhkan sudah Rp 54 miliar.

“Siapa yang bisa mengontrol klub punya uang cash Rp 55 miliar sekarang? Pasti dijamin seribu persen enggak ada klub memiliki uang sebanyak itu,” kata Erwiyantoro, saat dihubungi pada Sabtu, 12 Juli 2025.

Sebab itu, dia menilai berbicara soal kontrak 11 pemain dalam hal sepak bola profesional, itu merupakan bisnis. “Ini bicara investasi. Soal sepak bola profesional itu bisnis. Pertanyaannya ada enggak klub mau berbicara soal investasi dia musim ini, ada enggak klub yang punya uang Rp 50 atau Rp 100 miliar?”

Maka, menurut Erwiyantoro, Persatuan Sepak Bola Indonesia atau PSSI harus ketat mengontrol keuangan klub. Memastikan klub punya duit yang cukup untuk mengontrak pemain asing. “Pertanyaanya semua klub punya uang sebanyak itu enggak. Kalau enggak punya uang, bagaimana mau kontrak pemain,” ujarnya.

Apabila hal itu dipaksakan, klub bisa mempunyai banyak utang. Lebih lanjut, dia mengkhawatirkan timbul pengaturan skor. “Kalau terjadi utang-piutang, maka akan terjadi atur-mengatur skor,” kata dia, merespons dampak lain dari aturan baru 11 pemain asing.

Super League 2025-2026 memberikan keleluasaan bagi setiap klub untuk mendaftarkan hingga 11 pemain asing dari negara mana pun. Klub bebas merekrut pemain dari negara mana pun: Eropa, Amerika Latin, Afrika, maupun Asia. Sebelumnya ada kewajiban menyertakan satu pemain Asia dalam kuota pemian asing di Liga Indonesia.

Dari jumlah 11 pemain asing, maksimal delapan pemain asing dapat masuk dalam daftar susunan pemain (DSP) untuk setiap pertandingan. Dalam satu laga, semua delapan pemain tersebut bisa dimainkan, baik sebagai starter maupun pengganti. Hal ini memberikan fleksibilitas besar kepada pelatih dalam menyusun strategi.

Seperti dikutip Tempo, Jumat, 11 Juli 2011, regulasi ini disertai aturan wajib bagi klub mendaftarkan lima pemain U-23 (kelahiran 2003 atau setelahnya)—dengan minimal satu pemain U-23 harus tampil selama 45 menit dalam setiap pertandingan. Ini merupakan upaya menjaga keseimbangan antara penggunaan pemain asing dan pembinaan talenta muda lokal.

Erwin tidak menyoroti dampak terhadap pemain lokal. Bagi dia, persoalan paling penting dalam aturan 11 pemain asing—adalah menimbulkan masalah lama, yaitu pengaturan skor di sepak bola. Sebab klub harus mempunyai puluhan miliar rupiah untuk mendatangkan belasan pemain asing itu.

Erwin menilai hal ini berbeda dengan klub sepak bola di Eropa. Dia mencontohkan, sebuah klub menyediakan uang Rp 100 miliar untuk transfer pemain dalam satu musim. Federasi sepak bola akan mengontrol pendapatan klub per musim. “Kalau pendapatan klub lebih besar daripada pengeluaran, federasi senang.”

Berikutnya, masalah produksi. Misalnya dalam produksi klub itu 17 kali bermain di kandang dan 17 kali bermain tandang dengan total harus mengeluarkan Rp 30 miliar. Maka dalam satu musim, ditambah biaya kontrak sebelas pemain, klub harus mengeluarkan Rp 80 miliar per musim. Maka, peran federasi mengontrol pengeluaran dan pemasukan setiap klub per tahun.

Federasi, kata dia, harus ketat. Kalau memang ada klub yang tidak memiliki dana besar, mereka tidak boleh ikut. Karena iha itu akan merusak manajemen pertandingan. Menurut dia, klub tidak boleh mengontrak pemain dengan biaya melebihi pendapatnya.

Masalah yang sering terjadi, dia melanjutkan, klub kerap memecat pemain dengan alasan bermain buruk. Ada juga masalah pembayaran biaya kontrak yang tidak berlangsung secara profesional. Dampaknya adalah timbul sanksi dari FIFA.

“Sekarang mereka nambah pemain. Orang enggak punya duit kok beli pemain. Mau bayar bagaimana?” kata Erwiyantoro.

Sebelumnya Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) yang sekarang bernama ILegue, menyatakan bahwa peningkatan kuota ini bertujuan meningkatkan daya saing klub Indonesia di kompetisi Asia seperti Liga Champions Asia dan Piala AFC.

Menurut dia, klub Indonesia harus memiliki skuad yang lebih kompetitif agar bisa bersaing melawan klub-klub dari negara lain yang sudah lebih maju. “Kita punya keinginan, tanpa mengesampingkan pemain lokal yang ada, kita juga sangat perlu untuk bisa bersaing di Asia,” ujar Ferry,.

Pilihan Editor: Perkembangan Aturan Pemain Asing di Liga Sepak Bola Indonesia

Leave a Comment

Related Post