
Sains Indonesia – HEBOH! Mantan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim kini terseret dalam pusaran dugaan kasus korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook yang nilainya fantastis. Nama Nadiem ikut disebut-sebut setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai mengendus adanya kejanggalan besar dalam proyek yang seharusnya mendukung pendidikan teknologi ini. Akankah skandal triliunan rupiah ini menyeret lebih banyak nama?
Kasus ini mencuat setelah Kejagung melakukan pemeriksaan intensif terhadap beberapa staf khusus Nadiem saat menjabat menteri, yaitu FH, JT, dan IA. Tak hanya itu, penyidik Kejagung juga menggeledah apartemen ketiganya pada tanggal 21 dan 23 Mei 2025 lalu. Sebuah langkah tegas yang mengindikasikan seriusnya penanganan dugaan korupsi pengadaan laptop ini.
Kejagung mencurigai adanya “permufakatan jahat” yang dilakukan berbagai pihak. Modusnya, mereka mengarahkan tim teknis agar membuat kajian teknis yang seolah-olah mendukung pengadaan bantuan peralatan pendidikan teknologi di tahun 2020. Padahal, ada indikasi kuat bahwa Chromebook bukanlah kebutuhan mendesak dan bahkan kajian sebelumnya sudah menunjukkan bahwa laptop jenis ini tidak efektif untuk digunakan.
Pengadaan laptop Chromebook yang kini jadi sorotan ini disebut telah menelan anggaran yang sangat besar, mencapai Rp9,982 triliun! Dana ini terbagi menjadi Rp3,582 triliun dari Dana Satuan Pendidikan (DSP) dan sekitar Rp6,399 triliun berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Sebuah angka yang membuat geleng-geleng kepala.
Nadiem Jalani Pemeriksaan Maraton dan Dicekal
Demi menuntaskan kasus ini, Kejagung akhirnya memanggil Nadiem Makarim untuk dimintai keterangan sebagai saksi. Mantan bos Gojek ini memenuhi panggilan pada Senin (23/6/2025), tiba sekitar pukul 09.09 WIB dan baru selesai diperiksa hampir dua belas jam kemudian, sekitar pukul 21.00 WIB. Sebuah pemeriksaan yang sangat panjang dan tentu melelahkan.
Usai pemeriksaan, Nadiem tidak banyak bicara kepada awak media. Hanya dalam waktu kurang dari dua menit, ia menegaskan bahwa ia telah menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) dengan memberikan keterangan atau kesaksian pada Kejagung. “Saya hadir hari ini di Kejaksaan Agung sebagai warga negara yang percaya bahwa penegakan hukum yang adil dan transparan adalah pilar penting bagi demokrasi dan pemerintahan yang bersih,” ujar Nadiem dengan singkat.
Sebelumnya, Nadiem memang sudah pernah angkat bicara terkait kasus dugaan korupsi Chromebook ini. Ia bahkan mengaku siap bekerja sama dan mendukung aparat penegak hukum jika keterangannya diperlukan. “Saya berkomitmen untuk kooperatif demi menjernihkan persoalan ini dan menjaga kepercayaan terhadap transformasi pendidikan yang telah kita bangun bersama,” pungkas Nadiem, seraya mengajak masyarakat untuk tetap kritis dan tidak terburu-buru mengambil keputusan.
Tidak Bisa Bepergian ke Luar Negeri
Terkait dugaan kasus korupsi ini, Nadiem Makarim kini juga harus menghadapi kenyataan pahit: ia dicekal bepergian ke luar negeri. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengonfirmasi pencekalan ini. “Iya (dicegah ke luar negeri). Sejak 19 Juni 2025 untuk enam bulan ke depan,” terang Harli Siregar. Pencegahan ini dilakukan untuk memperlancar proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek pada tahun 2019–2022.
Namun, pihak Nadiem tidak tinggal diam. Kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea, sudah memberikan pembelaan. Dalam konferensi pers pada Selasa (10/6/2025), Hotman menjelaskan bahwa Kemendikbud Ristek tidak memiliki kewenangan untuk menentukan harga pengadaan laptop Chromebook. Menurut Hotman, seluruh transaksi pembelian laptop dari e-katalog milik Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). “Mengenai prosesnya ternyata Ini laptop ini setiap calon vendor memasukkannya E-Katalog,” kata Hotman.
Hotman menambahkan bahwa pada LKPP, vendor bebas untuk memasukkan produknya dan menawarkannya ke kementerian terkait, sehingga seharusnya tidak ada unsur yang akan merugikan negara dari proses ini. Bahkan, ia mengklaim harga laptop Chromebook yang ditawarkan biasanya berkisar Rp6-7 juta, namun yang dibeli Kemendikbud justru jauh lebih murah. “Menurut BPKP Di e-katalog itu Harganya sekitar Rp 6 sampai dengan Rp 7 juta ternyata harga jadi yang dibeli oleh kementerian adalah sekitar Rp 5 jutaan jadi jauh lebih murah dari harga yang tercantum di e-katalog,” ujarnya.
Nadiem sendiri juga menjelaskan alasannya memilih laptop Chromebook untuk sekolah-sekolah di Indonesia. Ia menyebut Chromebook lebih ekonomis dan memiliki fitur yang bisa diakses tanpa internet. “Dari sisi harga Chromebook itu kalau speknya sama selalu 10-30 persen lebih murah dan bukan hanya itu saja operating system-nya Chromebook OS itu gratis sedangkan operating system lainnya Itu berbayar dan bisa berbayar sampai 1,5 sampai 2,5 juta,” ungkap Nadiem. Ia juga menambahkan bahwa Chromebook memiliki sistem keamanan terhadap konten negatif seperti pornografi, judi online, dan gaming tanpa biaya tambahan.
“Jadi berbagai macam alasan di dalam kajian ini benar-benar menunjukkan kenapa ada keunggulan dari aspek Chromebook dan satu klarifikasi lagi bahwa Chromebook itu bisa digunakan secara offline walaupun fiturnya lumayan terbatas,” jelas Nadiem. Bahkan, hingga tahun 2023, 97 persen laptop Chromebook disebut sudah diserahkan ke sekolah-sekolah berakses internet dan digunakan tidak hanya untuk Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) dan administrasi, tetapi juga untuk belajar mengajar. “Dan di tahun 2023 sekitar 82 persen daripada sekolah menjawab mereka apakah mereka menggunakannya untuk proses pembelajaran bukan hanya untuk asesmen nasional dan administrasi sekolah,” pungkas Nadiem.
Dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook ini adalah ujian besar bagi kredibilitas dan transparansi dalam dunia pendidikan kita. Dengan Nadiem Makarim kini dicekal dan menjalani pemeriksaan maraton, pertanyaan besar muncul: apakah ini hanyalah kesalahpahaman atau ada skandal yang lebih dalam? Proses hukum akan terus berjalan, dan kita semua menantikan kejelasan. Bagaimana menurut pandangan Anda tentang kasus ini? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar dan mari kita diskusikan bersama!









Leave a Comment