Situs Pusat Riset Universitas Brawijaya Sempat Diretas Setelah Dosennya Protes soal Revisi KUHAP

Admin Utama

July 27, 2025

3
Min Read

Sains Indonesia – , Jakarta – Situs Pusat Riset Sistem Peradilan Pidana (Persada) Universitas Brawijaya sempat mengalami peretasan setelah sejumlah dosen hukum dari kampus itu memprotes pembahasan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Situs tersebut sempat diambil alih oleh peretas.

Fachrizal Afandi, Ketua Persada, menyatakan peretasan itu terjadi setelah pihaknya yang tergabung dalam Forum Dosen Hukum Pidana Indonesia merilis pernyataan pada 18 Juli 2025.

“Serangannya muncul setelah Pernyataan Sikap Forum Dosen Hukum Pidana Indonesia dirilis,” ujar Fachrizal saat dihubungi Tempo pada Ahad, 27 Juli 2025.

Fachrizal mengatakan laman milik lembaganya itu berkali-kali diserang oleh hacker dengan mengunggah konten-konten bermuatan pornografi. Selain itu, penyerang itu juga berusaha mengambil alih kepemilikan website.

Serangan, menurut dia, masih terus terjadi hingga Jumat lalu, 25 Juli 2025. Namun kini laman Persada telah dipulihkan oleh pihak kampus.

Dosen hukum pidana Universitas Brawijaya itu yakin bahwa serangan pada laman Persada berhubungan dengan protes revisi KUHAP yang ia suarakan.

Salah satu permasalahan yang Fachrizal soroti dalam revisi KUHAP yakni minimnya partisipasi publik yang bermakna dalam proses pembahasan. Meski masuk dalam tenaga ahli yang direkrut pemerintah untuk menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), Fachrizal mengaku tidak sepenuhnya dilibatkan dalam penyusunan naskah DIM itu.

Dalam pertemuan-pertemuan yang digelar oleh Kementerian Hukum untuk membahas revisi KUHAP, para akademisi termasuk Fachrizal hanya dimintai masukan saja tanpa membedah pasal per pasal dalam DIM secara mendalam.

“Pembicaraannya tidak detail. Dan apakah masukan kami dipertimbangkan? Itu soal lain,” kata dia.

Berkaca dari penyusunan DIM itu, Fachrizal menilai kehadiran para akademisi sebagai tim ahli dalam proses penyusunan DIM hanya sekadar formalitas semata, bukan menjadi landasan ilmiah dan normatif dalam pembentukan hukum.

“Kami hanya dijadikan pelengkap administratif dan simbol legitimasi, bukan sebagai mitra subtantif dalam pembahasan,” kata dia.

Oleh karena itu, Fachrizal bersama 17 dosen lain dari berbagai perguruan negeri di tanah air meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menghentikan pembahasan revisi KUHAP itu. Mereka menilai DPR dan pemerintah hanya mendengar sebagian kecil kelompok masyarakat secara selektif dalam pembahasan revisi itu.

Masyarakat yang paling terdampak seperti korban salah tangkap, korban penyiksaan, dan korban tindak pidana, menurut dia, justru tidak mendapatkan ruang untuk menyampaikan pandangan dan pengalamannya.

“Kami berdiri bukan untuk menolak pembaruan hukum acara, namun untuk memastikan bahwa hukum acara yang lahir benar-benar menjamin keadilan, melindungi hak warga negara, dan membatasi kekuasaan negara,” tulis forum itu dalam keterangan pers pada Jumat, 18 Juli 2025.

Panitia Kerja Komisi Hukum DPR bersama pemerintah sebelumnya telah selesai membahas DIM Revisi KUHAP pada 10 Juli 2025. Pembahasan itu berlangsung selama dua hari. Sejumlah pihak menyoroti proses pembahasan RUU itu yang dinilai sangat singkat. Padahal, jumlah DIM yang dibahas sebanyak 1.676 pada batang tubuh RUU itu.

Leave a Comment

Related Post