
Kaget dengar kabar data pribadi kamu bakal terbang bebas ke Amerika Serikat? Wajar saja! Isu transfer data dalam Perjanjian Dagang Resiprokal antara Indonesia dan AS memang bikin heboh. Tapi tenang, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Viada Hafid, buru-buru klarifikasi. Menurutnya, ini bukan penyerahan data sembarangan, melainkan langkah penting untuk tata kelola data lintas negara yang lebih terukur dan legal. Lantas, apa sebenarnya yang terjadi?
Meutya menyebut, komitmen dagang antara kedua negara sahabat ini masih dalam tahap finalisasi dan diskusi teknis terus bergulir. Ada jaminan kuat dari pemerintah: “Pemerintah memastikan bahwa transfer data ke Amerika Serikat tidak dilakukan sembarangan.” Jadi, jangan langsung berasumsi data kamu bakal diobral, ya!
Politikus Partai Golkar ini juga menegaskan, pemindahan data pribadi lintas negara itu sebenarnya boleh-boleh saja. Syaratnya? Harus punya kepentingan yang sah, terbatas, dan tentu saja, bisa dibenarkan secara hukum. Meutya memberi contoh simpel: ketika kamu pakai mesin pencarian macam Google atau Bing, itu termasuk aktivitas pemindahan data. Jadi, selama ini pun sebenarnya data kita sudah bergerak secara global.
Dalam konteks perjanjian dagang ini, Meutya memandang kesepakatan transfer data justru bisa jadi tameng hukum bagi perlindungan data pribadi warga negara Indonesia, terutama saat kita asyik menggunakan berbagai layanan digital yang disediakan oleh perusahaan berbasis di Amerika Serikat. Intinya, semua proses dilakukan dalam kerangka secure and reliable data governance. Artinya, hak-hak warga negara kita dipastikan aman, tidak akan dikorbankan.
Nah, semua perihal transfer data pribadi warga Indonesia ke Amerika Serikat ini ternyata tertuang gamblang dalam sebuah pernyataan bersama, atau yang populer disebut joint statement. Dokumen penting ini dirilis resmi di laman pemerintah Amerika Serikat pada Selasa, 22 Juli 2025 waktu setempat. Jadi, ini bukan gosip semata, ya!
Dalam dokumen setebal 12 poin itu, ada satu poin yang mencolok perhatian. Indonesia punya komitmen untuk menghapus segala hambatan yang bisa berdampak pada perdagangan, jasa, dan investasi digital. Secara spesifik disebutkan: “Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat.” Jelas banget kan? Ini menunjukkan keseriusan kedua negara.
Selain soal data, perjanjian ini juga mencantumkan komitmen Indonesia untuk menghapus tarif dalam Harmonized Tariff Schedule (HTS) atas produk tak berwujud, plus menangguhkan persyaratan deklarasi impor. Pemerintah AS menilai langkah ini bisa jadi dukungan buat moratorium permanen atas bea masuk transmisi elektronik di World Trade Organization (WTO) secara cepat dan tanpa syarat. Buat kamu yang belum tahu, HTS itu adalah sistem klasifikasi barang impor yang dipakai AS buat menentukan bea masuk dan kumpulin data statistik perdagangan. Setiap barang impor pasti punya kode HTS unik yang jadi dasar hitung tarif dan kuota.
Jadi, meskipun kabar transfer data pribadi ini sempat bikin deg-degan, pemerintah melalui Menkominfo Meutya Viada Hafid memastikan bahwa prosesnya sangat terukur dan demi kemaslahatan bersama dalam ekosistem digital global. Ini adalah langkah maju untuk menjamin perlindungan data pribadi di tengah derasnya arus informasi. Intinya, ini bukan tentang data yang “dijual”, tapi tentang bagaimana data bisa bergerak aman dan terjamin secara hukum untuk kepentingan transaksi digital lintas negara.
Bagaimana menurut kamu tentang perjanjian transfer data ini? Apakah kamu merasa lebih aman dengan penjelasan ini, atau justru ada kekhawatiran lain? Yuk, bagikan pandanganmu di kolom komentar dan jangan lupa share artikel ini agar teman-temanmu juga tercerahkan!









Leave a Comment