Pro Kontra Royalti Pencipta Lagu, Pemerintah Akan Turun Tangan

Admin Utama

August 5, 2025

4
Min Read

Sains Indonesia – , Jakarta – Masalah pemutaran lagu di kafe dan restoran harus membayar royalti ke penciptanya buntut tuntutan pada Mie Gacoan, masih menjadi perbincangan di masyarakat.

Perbincangan makin ‘panas’ karena pemutaran musik dari Youtube dan Spotify pun tetap harus membayar royalti, karena ada klausul bahwa lagu-lagu di kedua platform tersebut hanya untuk didengar sendiri bukan diperdengarkan ke publik.

“Langganan pribadi seperti Spotify dan YouTube Premium tidak mencakup hak pemutaran musik untuk tujuan komersial di ruang publik,” kata Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Kemenkum Agung Damarsasongko seperti dikutip Antara, 29 Juli 2025.

Beberapa pengelola kafe dan restoran pun mencoba menghindari tuntutan membayar royalti dengan memutar instrumental, lagi barat atau bahkan ada yang memperdengarkan suara burung. Padahal semua produk tersebut ada pemegang hak ciptanya, termasuk rekaman suara burung di mana hak ciptanya adalah pembuat rekamannya.

Itu sebabnya Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan, heboh masalah kewajiban membayar royalti ini menimbulkan ketakutan pada pengusaha kafe dan restoran.

“Nanti kita benahi supaya ada jalan keluar yang win-win solution karena memang ada kesalahpahaman, ketakutan semacam itu,” kata Fadli di Depok, Jawa Barat, Minggu, 3 Agustus 2025.

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan pemerintah tengah mencari jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan polemik terkait sejumlah kafe dan tempat usaha yang enggan memutar lagu-lagu Indonesia karena kekhawatiran terhadap masalah royalti.

“Kita sedang mencari jalan keluar ya, sebaik-baiknya,” ujar Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 5 Agustus 2025.

Prasetyo mengatakan, polemik tersebut memunculkan pandangan berbeda di masyarakat. Di satu sisi, terdapat tuntutan dari para pencipta lagu agar hak ekonomi mereka dihormati, termasuk dalam penggunaan karya di ruang publik.

Namun di sisi lain, ada pihak yang menganggap pemutaran lagu di tempat seperti kafe bukan bentuk komersialisasi yang seharusnya dikenakan royalti.

“Juga ada sebagian yang merasa bahwa kalau itu domain publik, kemudian kalaupun dalam tanda kutip dianggap dikomersialisasikan itu, tetapi bentuknya seperti hanya diputar di kafe atau di rumah makan, ada juga yang berpendapat bahwa kalau seperti itu bentuknya ya enggak masalah,” kata dia.

Prasetyo mengatakan ada pula pihak-pihak yang berpendapat bahwa pemanfaatan lagu yang bersifat komersial, seperti melalui platform digital, pertunjukan, atau acara tertentu yang menghasilkan keuntungan, merupakan bentuk penggunaan yang seharusnya diatur dalam pembagian hak kepada pencipta lagu.

“Ada yang berpendapat bahwa itulah yang harus diatur pembagian haknya kepada yang menciptakan lagu. Kita sedang cari jalan keluar terbaiknya,” ucap Prasetyo.

Pemerintah, kata dia, berupaya mempertemukan berbagai pihak yang terlibat untuk membahas permasalahan ini bersama, guna menghasilkan solusi yang adil bagi semua pihak.

Apresiasi pada Pencipta Lagu

Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Ikke Nurjanah mengatakan bahwa royalti performing rights merupakan bentuk apresiasi kepada pemegang hak cipta yang karyanya diperdengarkan di ruang publik.

“Tidak dapat dipungkiri juga bahwa lagu dan musik telah menjadi nilai tambah di hotel, restoran dan kafe tersebut,” katanya kepada Antara, Selasa.

Tarif royalti beragam tergantung peruntukan dan jenis tempatnya. Paling murah, dipatok Rp 60 ribu per kursi per tahun. Baca di sini tentang besarnya tarif royalti.

Ikke mengatakan bahwa tarif royalti hak pertunjukan sudah disusun berdasarkan kajian serta disesuaikan dengan regulasi dan praktik-praktik umum di tingkat regional maupun internasional, termasuk di antaranya mempertimbangkan kondisi sosio-demografi Indonesia.

Para pelaku usaha hotel, restoran, dan kafe dapat menghubungi LMKN untuk mendapatkan informasi terperinci mengenai proses untuk memperoleh lisensi serta prosedur pembayaran royalti performing rights.

“Kami sangat terbuka untuk berkomunikasi, berdiskusi, serta siap memfasilitasi setiap proses dan prosedur tanpa ada niat sama sekali untuk memberatkan dan menyulitkan pengguna,” demikian Ikke Nurjanah.

Tentang penyanyi dan pemusik yang tampil di kafe atau restoran, menurut Ikke, tidak dibebani kewajiban untuk membayar royalti atas lagu yang dibawakan.

“Pemusik dan penyanyi tidak dibebankan untuk melakukan pembayaran royalti, karena yang wajib memperoleh izin serta melakukan pembayaran royalti adalah pemilik usaha sebagai pengguna melalui LMK sesuai pasal 87 ayat 2,3, dan 4 Undang-Undang Hak Cipta,” kata Ikke.

Ikke menjelaskan bahwa kewajiban pengelola kafe dan restoran untuk membayar royalti performing rights atau hak pertunjukan setiap tahun kepada lembaga manajemen kolektif sudah diatur dalam Surat KeputusanMenteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. HKI.2.OT.03.01-02 tahun 2016.

Dalam hal ini, istilah performing rights digunakan untuk menyebut hak untuk menampilkan karya lagu dan musik di tempat umum.

LMKN akan memberikan lisensi pemutaran dan penampilan lagu milik pemegang hak cipta kepada pengelola tempat setelah kewajiban untuk membayar royalti dipenuhi.

Pilihan Editor Mengapa Polisi Membebankan Bukti Kekerasan Seksual kepada Korban

Leave a Comment

Related Post