
Siapa sangka, di usianya yang menginjak 78 tahun, sosok tak tergoyahkan ini kembali mengukuhkan dominasinya di panggung politik nasional! Megawati Soekarnoputri, sang putri proklamator dan Presiden ke-5 RI, baru saja kembali dikukuhkan sebagai Ketua Umum PDI-P untuk periode 2025–2030 dalam Kongres ke-6 PDI-P di Bali. Keputusannya ini seolah menjawab keraguan banyak pihak sekaligus menegaskan bahwa tahta kepemimpinan partai berlambang banteng moncong putih masih kokoh di tangannya. Penasaran bagaimana ia bisa terus berkuasa dan apa rahasia di balik keteguhan kepemimpinannya? Simak kisah lengkapnya!
Dalam pidatonya yang menggema di Bali Nusa Dua Convention Center, Megawati dengan tegas menepis keraguan yang muncul. “Tidak perlu ragu! Semua sudah tertulis gamblang dalam AD/ART kita,” ujarnya, seolah menantang para pengkritik. Komarudin Watubun, sang Ketua Steering Committee kongres, bahkan membocorkan fakta mengejutkan: 100 persen peserta kongres bulat mendesak agar Megawati segera dikukuhkan kembali! Ini bukan pemilihan biasa, ini adalah aklamasi murni. Jadi, tak heran jika ia akan kembali menjabat sebagai Ketua Umum PDI-P selama lima tahun ke depan. Di tengah hiruk pikuk politik, sosok Megawati Soekarnoputri memang selalu menarik perhatian, apalagi ia adalah satu-satunya presiden perempuan Indonesia. Mari kita telusuri jejak langkahnya yang fenomenal!
Masa Kecil dan Riwayat Pendidikan yang Unik
Lahir di Yogyakarta pada 23 Januari 1947, Megawati kini berusia 78 tahun. Ia adalah buah hati sulung dari sang proklamator kemerdekaan, Presiden Soekarno, dan Ibu Negara Fatmawati. Masa kecilnya dihabiskan dalam kemewahan sekaligus hiruk pikuk Istana Negara. Siapa sangka, di balik citranya yang tegas, ia adalah anak yang aktif dan gemar menari sejak dini, bahkan sudah akrab dengan nuansa kenegaraan. Pendidikan dasarnya di Perguruan Cikini, Jakarta, mungkin menjadi fondasi awal kecerdasannya. Uniknya, Megawati sempat mencicipi bangku kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (1965–1967) dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970–1972), meski tak sampai rampung. Tapi siapa bilang pendidikan formal harus sempurna untuk menjadi pemimpin besar?
Kisah Asmara dan Keluarga yang Tak Kalah Menarik
Kisah asmara Megawati pun tak kalah menarik. Ia sempat menikah dengan Letnan Satu Surendro, seorang penerbang TNI AU, dan dikaruniai dua buah hati. Namun, takdir berkata lain, Surendro hilang dalam tugas militer pada tahun 1970. Kemudian, pada 1973, ia menemukan cintanya kembali dengan Taufik Kiemas, sosok yang kelak menjadi Ketua MPR RI. Dari pernikahan ini, lahirlah Puan Maharani, yang kini mengikuti jejak ibunya sebagai Ketua DPR RI dan pernah menjabat Menko PMK. Sebuah keluarga yang benar-benar kental dengan aroma kekuasaan dan politik!
Awal Perjalanan Karier Megawati di Politik: Dari SPBU ke Senayan
Siapa sangka, sebelum namanya menggelegar di Senayan, Megawati dan sang suami justru sibuk mengelola SPBU di Jakarta. Namun, takdir politik memang tak bisa dihindari. Di tahun 1980-an, ia mulai dibujuk oleh tokoh PDI Sabam Sirait untuk terjun ke dunia politik yang keras. Peran sang suami, Taufik Kiemas, juga tak bisa diremehkan dalam meyakinkan Megawati untuk berani melangkah. Puncaknya, pada Pemilu 1987, ia bersama adiknya Guruh Soekarnoputra, maju sebagai calon legislatif dari PDI. Kehadirannya sontak menjadi sorotan publik. Ia membawa “darah baru” sekaligus semangat sang ayah, Soekarno, ke dalam partai, menjadikannya anggota DPR/MPR yang patut diperhitungkan.
Badai Konflik Partai dan Peristiwa Kudatuli yang Mengguncang
Jalan Megawati menuju puncak tak selalu mulus. Pada 1993, ia terpilih sebagai Ketua Umum PDI dalam Kongres Surabaya, sebuah kemenangan yang justru memicu “perang dingin” dengan kubu Soerjadi. Konflik internal ini mencapai puncaknya pada 27 Juli 1996, saat kantor DPP PDI diserbu dalam peristiwa mengerikan yang dikenal sebagai Kudatuli. Pemerintah Orde Baru saat itu secara terang-terangan berpihak pada Soerjadi, membuat kubu Megawati “terdepak” dari Pemilu 1997. Namun, ironisnya, peristiwa tragis ini justru mengukuhkan posisinya sebagai ikon perlawanan dan mendongkrak popularitas Megawati Soekarnoputri di mata rakyat.
Puncak Karier: Mengukir Sejarah sebagai Presiden Perempuan Pertama
Reformasi pecah, dan inilah momen bagi Megawati untuk bangkit! Ia mendirikan PDI Perjuangan dan berhasil memenangkan Pemilu 1999, membuktikan kekuatannya. Setelah sempat menjabat Wakil Presiden mendampingi Abdurrahman Wahid, takdir membawanya ke puncak tertinggi. Pada 23 Juli 2001, ia resmi menjadi Presiden ke-5 RI, menggantikan Gus Dur yang dilengserkan MPR. Ya, Megawati Soekarnoputri adalah sejarah berjalan: presiden perempuan pertama dan satu-satunya di Indonesia hingga kini! Sayangnya, dominasinya di kursi kepresidenan harus berakhir pada 20 Oktober 2004, setelah ia kalah dalam pertarungan Pilpres langsung pertama melawan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kiprah Politik Pascakepresidenan: Tetap Jadi Tokoh Sentral
Kalah di Pilpres bukan berarti akhir bagi Megawati Soekarnoputri. Pada 2004, ia kembali bertarung bersama Hasyim Muzadi, namun harus mengakui keunggulan SBY-Jusuf Kalla. Empat tahun kemudian, pada 2009, ia mencoba peruntungan lagi, kali ini menggandeng Prabowo Subianto sebagai calon wakilnya. Namun, SBY yang saat itu berpasangan dengan Boediono kembali menjadi batu sandungan. Meski dua kali takluk di arena Pilpres, kharisma dan pengaruh Megawati sama sekali tidak luntur. Ia tetap menjadi tokoh sentral PDI-P dan aktor penting dalam politik nasional, terus membangun kekuatan dan memperluas jaringannya.
Karier Megawati Saat Ini: Pengaruh yang Tak Terbatas
Tak hanya dominan di partai, Megawati juga memegang peran strategis di kancah negara. Ia adalah Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), membuktikan pengaruhnya tak terbatas pada urusan elektoral semata. Terkini, seperti yang sudah kita bahas, pengukuhannya sebagai Ketua Umum PDI-P di Kongres ke-6 kembali menggemparkan. Dengan gamblang ia menyatakan: ini aklamasi, bukan pemilihan! Semua sesuai AD/ART partai. Bahkan ia sempat bertanya pada Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto, yang mengiyakan. Respons Megawati sangat bijak: “Saya terima dengan rasa tanggung jawab, bukan cuma kegembiraan, tapi perenungan.” Kata-kata ini menegaskan bahwa di usianya yang ke-78 tahun, semangatnya untuk terus memimpin dan berbakti kepada bangsa tidak pernah pudar. Sebuah keteguhan yang patut diacungi jempol!
Dari masa kecil di Istana hingga menjadi presiden perempuan pertama, lalu kembali memimpin partai di usia senja, perjalanan politik Megawati Soekarnoputri adalah saga yang penuh intrik, perjuangan, dan keteguhan. Ia bukan sekadar politisi, ia adalah simbol dari kekuatan dan warisan. Terus dikukuhkan sebagai Ketua Umum PDI-P di usia 78 tahun, Megawati membuktikan bahwa “kekuasaan” sejati adalah tentang pengaruh dan kepercayaan yang tak lekang oleh waktu. Bagaimanapun pandangan Anda tentangnya, tidak dapat dipungkiri bahwa Megawati Soekarnoputri adalah salah satu tokoh politik paling berpengaruh di Indonesia. Bagaimana pendapat Anda tentang dominasi berkelanjutan Megawati di panggung politik? Bagikan pandangan Anda di kolom komentar dan jangan lupa sebarkan artikel ini agar lebih banyak yang tahu kisah luar biasa ini!









Leave a Comment