
Gaza kembali berduka. Dunia dikejutkan oleh kabar duka yang mengguncang: Dr. Marwan al-Sultan, sosok pahlawan tanpa tanda jasa, Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza sekaligus ahli jantung terbaik, gugur dalam serangan Israel. Kematiannya bukan hanya kehilangan nyawa, tapi juga pukulan telak bagi sistem kesehatan di Gaza yang sudah compang-camping. Siapa sebenarnya dokter Marwan, dan mengapa kepergiannya begitu menghancurkan ribuan harapan?
Dikutip dari The Guardian, dr. Marwan adalah seorang dokter jantung yang sangat berpengalaman, dikenal luas sebagai salah satu dari hanya dua ahli jantung yang tersisa di seluruh Gaza. Bayangkan, hanya dua orang untuk ribuan pasien yang membutuhkan! Organisasi medis Palestina, Healthcare Workers Watch (HWW), menyebutnya sebagai petugas kesehatan ke-70 yang tewas dalam serangan Israel selama 50 hari terakhir. Angka yang mengerikan, bukan?
Direktur HWW, Muath Alser, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. “Pembunuhan dr. Marwan al-Sultan oleh militer Israel merupakan kerugian besar bagi Gaza dan seluruh komunitas medis,” ujarnya. “Ini bukan hanya hilangnya nyawa secara tragis, tapi juga penghancuran keahlian dan perawatan medis yang telah menyelamatkan nyawa selama puluhan tahun di saat situasi warga Palestina begitu buruk.” Senada, dr. Mohammed Abu Selmia, Direktur Rumah Sakit al-Shifa, mengungkapkan rasa kehilangannya yang mendalam. “Dia adalah seorang cendekiawan terkemuka,” kata dr. Abu Selmia. “Ribuan pasien jantung akan menderita akibat pembunuhannya. Satu-satunya kesalahannya adalah menjadi seorang dokter. Kami tidak punya opsi lain selain bersikap tabah, tapi rasa kehilangan itu menghancurkan.” Hati siapa yang tidak terenyuh mendengar ini?
Dedikasi dr. Marwan tak perlu diragukan. Awal bulan ini, dalam wawancara dengan The Guardian, ia sempat mengungkapkan betapa gentingnya situasi di RS Indonesia, di mana ia dan staf medis berjuang merawat korban sipil yang terluka akibat eskalasi serangan Israel pada Mei lalu. Ia adalah pahlawan sejati di garis depan. Tragisnya, ia bukan satu-satunya. Dalam 50 hari terakhir, serangan Israel juga merenggut nyawa kepala suster di RS Indonesia, seorang bidan paling senior di RS Anak al-Nasser, seorang teknisi radiologi senior, serta puluhan dokter muda dan perawat magang. Ini adalah genosida terhadap para penyembuh.
Tentu saja, pihak Pasukan Pertahanan Israel (IDF) punya narasi sendiri. BBC melaporkan, IDF menyesalkan warga sipil tewas dalam serangan dan menyatakan operasi mereka sebisa mungkin mengurangi kerugian. Mereka bahkan mengklaim, “Hamas secara sistematis melanggar hukum internasional dengan menggunakan infrastruktur sipil untuk aktivitas teroris dan penduduk sipil sebagai tameng manusia.” Tapi, apakah itu membenarkan kematian seorang dokter ahli jantung di rumahnya sendiri?
Lubna al-Sultan, putri dr. Marwan, memberikan kesaksian yang mengguncang. Ia menegaskan bahwa serangan itu menargetkan kediaman mereka, bukan area militer. “Sebuah rudal F-16 dengan tepat menargetkan kamarnya, tempat di mana dia berada, tepat ke arahnya,” ungkap Lubna. “Semua kamar di rumah itu utuh kecuali kamarnya yang dihantam oleh rudal. Ayah saya jadi martir di sana.” Lubna juga bersikeras, “Ayah saya tidak terkait dengan gerakan atau apa pun, dia hanya mengkhawatirkan pasien yang dia rawat selama perang.” Kesaksian ini melukiskan gambaran yang sangat berbeda dari narasi militer.
Kisah gugurnya dr. Marwan al-Sultan adalah pengingat pahit tentang betapa rapuhnya nyawa di tengah konflik bersenjata, dan betapa berharganya setiap petugas kesehatan yang mempertaruhkan segalanya demi kemanusiaan. Ini adalah pukulan telak bagi Gaza, dan seharusnya menjadi panggilan bagi kita semua untuk lebih peduli. Apa pendapat Anda tentang tragedi ini? Bagikan pandangan dan artikel ini agar dunia tahu lebih banyak tentang pahlawan-pahlawan sejati di Gaza!









Leave a Comment