Kejagung Siap Proses Red Notice Jurist Tan. Bagaimana Prosedurnya?

Admin Utama

July 29, 2025

4
Min Read

Jakarta – Skandal korupsi Chromebook Kemendikbudristek semakin memanas! Setelah dua kali mangkir dari panggilan penyidik, kini mantan staf khusus Mendikbud Nadiem Makarim, Jurist Tan, terancam diburu hingga ke ujung dunia. Kejaksaan Agung (Kejagung) tak main-main, jika Jurist Tan kembali absen pada panggilan ketiga pekan ini, ancaman Red Notice Interpol akan segera diajukan. Bayangkan, seorang tersangka kasus korupsi triliunan rupiah kini berada di ambang perburuan global! Akankah drama pelarian ini benar-benar terjadi?

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna menegaskan keseriusan pihak berwenang. “Pemanggilan ketiga sudah direncanakan. Kalau tidak salah pekan ini juga. Penyidik sedang mempertimbangkan (Red Notice). Kita tunggu dalam waktu dekat,” ujar Anang di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin, 28 Juli 2025.

Mengenal Lebih Dekat Prosedur Pengajuan Red Notice

Bagi Anda yang bertanya-tanya apa itu Red Notice, ini adalah senjata ampuh negara anggota Interpol untuk mencari dan menangkap sementara seseorang yang dicari penegak hukum di seluruh dunia, biasanya untuk tujuan ekstradisi atau tindakan hukum serupa. Penting untuk diingat, Red Notice adalah pemberitahuan buronan internasional, bukan surat perintah penangkapan.

Informasi yang terkandung dalam sebuah Red Notice sangat detail: mulai dari identitas buronan (nama, tanggal lahir, kebangsaan, ciri fisik, foto, dan sidik jari jika ada) hingga detail kejahatan yang dituduhkan, seperti pembunuhan, pemerkosaan, atau perampokan bersenjata.

Red Notice ini diterbitkan untuk memburu buronan yang dicari baik untuk penuntutan maupun untuk menjalani hukuman setelah melalui proses peradilan di negara pemohon. Uniknya, permintaan Red Notice tidak hanya bisa diajukan oleh negara asal buronan, melainkan juga negara tempat kejahatan itu terjadi.

Namun, tidak sembarang kasus bisa memicu diterbitkannya Red Notice. Ada persyaratan ketat yang diatur dalam Pasal 83 Aturan Interpol tentang Pemrosesan Data (RPD). Pasal tersebut menyatakan bahwa Red Notice hanya dapat diterbitkan jika pelanggaran yang bersangkutan merupakan kejahatan hukum biasa yang sangat serius. Beberapa jenis kejahatan yang tidak akan diterbitkan Red Notice meliputi:

  • Pelanggaran yang menimbulkan isu kontroversial terkait norma perilaku atau budaya di berbagai negara;
  • Pelanggaran yang berkaitan dengan masalah keluarga/pribadi;
  • Tindak pidana yang berasal dari pelanggaran undang-undang atau peraturan yang bersifat administratif atau yang berasal dari perselisihan pribadi, kecuali jika tindak pidana tersebut ditujukan untuk memfasilitasi tindak pidana berat atau diduga ada kaitannya dengan tindak pidana terorganisir.

Lalu, bagaimana sih rincian proses pengajuan Red Notice itu? Ini dia tahapannya:

  1. Permintaan dari Negara Anggota: Semua berawal ketika penegak hukum atau otoritas peradilan negara anggota secara resmi meminta Red Notice dari Interpol.
  2. Pengajuan Informasi: Negara pemohon wajib memberikan informasi lengkap tentang orang yang dicari, termasuk identitas, detail kejahatan, serta surat perintah atau perintah pengadilan terkait.
  3. Tinjauan Interpol: Sekretariat Jenderal Interpol akan meninjau permintaan tersebut secara cermat untuk memastikan kepatuhannya terhadap aturan Interpol, terutama larangan pemberitahuan berdasarkan alasan politik, militer, agama, atau ras.
  4. Publikasi dan Diseminasi: Jika permintaan disetujui, Red Notice akan dipublikasikan dan dibagikan ke semua negara anggota, langsung menjadi bagian dari basis data Interpol yang sangat penting.
  5. Aksi Nasional: Setelah itu, setiap negara anggota secara independen akan memutuskan bagaimana menanggapi Red Notice tersebut. Beberapa negara mungkin menggunakannya untuk melacak pergerakan seseorang, sementara negara lainnya bisa menjadikannya dasar penangkapan sementara sambil menunggu proses ekstradisi.

Kembali ke kasus korupsi Chromebook Kemendikbudristek, Kejagung sebelumnya telah menetapkan empat tersangka. Selain Jurist Tan (JT) selaku Staf Khusus Mendikbudristek tahun 2020–2024, ada juga Ibrahim Arief (IBAM) sebagai mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek. Dua tersangka lainnya adalah Sri Wahyuningsih (SW), Direktur Sekolah Dasar (SD) Direktorat PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020–2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran, serta Mulyatsyah (MUL), Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada direktorat yang sama di periode dan jabatan Kuasa Pengguna Anggaran yang sama.

Keempat tersangka ini diduga kuat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan. Mereka dituding membuat petunjuk pelaksanaan yang mengarah ke produk tertentu, yaitu Chrome OS, untuk pengadaan TIK pada tahun anggaran 2020–2020. Akibat ulah para tersangka ini, negara diperkirakan merugi sekitar Rp1,9 triliun, sebuah angka yang fantastis!

Kasus korupsi Chromebook ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara dalam skala masif. Dengan potensi diterbitkannya Red Notice untuk Jurist Tan, publik tentu menantikan bagaimana babak selanjutnya dari drama hukum ini akan bergulir. Akankah Jurist Tan memenuhi panggilan Kejagung atau justru benar-benar menjadi buronan internasional yang diburu Interpol?

Bagaimana pendapat Anda tentang perkembangan kasus korupsi ini? Akankah ancaman Red Notice membuat para tersangka jera? Yuk, bagikan opini Anda di kolom komentar dan bantu sebarkan informasi penting ini!

Leave a Comment

Related Post