
Sains Indonesia – , Jakarta – Babak akhir kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang menyeret nama besar Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen PDIP) Hasto Kristiyanto akhirnya tiba! Setelah berliku-liku, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak main-main: mereka merekomendasikan Hasto dipidana penjara 7 tahun!
“Menjatuhkan pidana kepada terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto oleh karenanya dengan pidana penjara selama 7 tahun,” tegas Jaksa KPK dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor Jakarta pada Kamis, 3 Juli 2025.
Perkara yang membelit Hasto ini memang bukan kasus biasa, melainkan “warisan” dari saga Harun Masiku yang masih menggantung sejak 2020. Ingat Harun Masiku? Ya, politikus PDIP itu adalah tersangka kasus suap pengganti antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 yang diduga menyuap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Dia kabur saat KPK berusaha menangkapnya, dan hingga kini, misteri keberadaan Harun Masiku masih menjadi teka-teki.
Sebelumnya, sejumlah pihak yang terlibat, termasuk kader PDIP Saeful Bahri dan Wahyu Setiawan, sudah diseret ke meja hijau dan ditindak secara hukum. Menariknya, dalam persidangan para terdakwa itu, nama Hasto Kristiyanto sudah beberapa kali mencuat. Namun, entah mengapa, Hasto seolah tak tersentuh selama bertahun-tahun. Kasus ini baru mencuat kembali secara dramatis pada pertengahan 2024 lalu, dan akhirnya, Hasto pun terjerat.
Mari kita bedah kembali rangkaian proses hukum yang dialami Hasto Kristiyanto, mulai dari pemanggilan, penetapan tersangka, berbagai sidang, hingga momen pembacaan tuntutan yang sangat dinantikan:
Dibukanya Kembali Kasus Harun Masiku
Kasus Harun Masiku yang turut menyeret Hasto kembali digarap serius pada pertengahan tahun lalu, setelah sekian lama mengendap. Seiring dibukanya kembali perkara ini, lembaga antirasuah ini segera memeriksa tiga saksi kerabat Harun demi mencari keberadaan sang buronan. Mereka adalah seorang pengacara dan dua mahasiswa.
“Hari ini, bertempat di gedung Merah Putih KPK, Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi,” kata Juru bicara KPK saat itu, Ali Fikri, melalui keterangannya pada Rabu, 29 Mei 2024.
Pemanggilan Hasto
Tak lama setelah pemeriksaan ketiga saksi, Penyidik KPK langsung bergerak cepat dan berencana memanggil Hasto. Ali Fikri pada 5 Juni 2024 mengumumkan bahwa Sekjen PDIP itu bakal diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi terkait perkara suap yang melibatkan Harun Masiku. Akhirnya, Hasto dipanggil dan hadir pada Senin, 10 Juni 2024.
KPK Buka Kasus Perintangan Penyidikan
Lebih dari sebulan berselang, tepatnya pada Kamis, 18 Juli 2024, penyidik KPK memeriksa seorang saksi terkait dugaan adanya perintangan penyidikan dalam kasus Harun Masiku. Saksi tersebut adalah Dona Berisa, istri dari Saeful Bahri. Setelah memeriksa Dona, KPK memutuskan untuk membuka penyelidikan dugaan obstruction of justice dalam kasus tersebut.
“Penyidik membuka kemungkinan tersebut diduga dari hasil pemeriksaan saksi terakhir ada upaya-upaya tersebut. Saksi terakhir atas nama dengan inisial DB,” kata Juru Bicara KPK saat itu, Tessa Mahardhika, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 19 Juli 2024.
Penetapan Tersangka Terhadap Hasto
Setelah hiruk pikuk Pilkada 2024 mereda, KPK mengambil langkah besar: menetapkan Hasto sebagai tersangka kasus suap terhadap Wahyu Setiawan. Ketua KPK Setyo Budiyanto kala itu menyatakan Hasto memiliki peran vital dalam penyuapan ini. Tak hanya itu, Hasto juga dijerat pasal perintangan hukum karena diduga membantu pelarian Harun Masiku saat akan ditangkap oleh KPK pada tahun 2020 lalu.
“Uang suap sebagian dari HK (Hasto Kristiyanto), itu dari hasil yang sudah kami dapatkan saat ini,” ungkap Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, 24 Desember 2024.
Praperadilan Hasto
Tak terima dengan status tersangka, Hasto langsung mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Jumat, 10 Januari 2025. Gugatan praperadilan ini diajukan untuk menolak penetapan tersangka terhadap dirinya. Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto, membenarkan bahwa berkas gugatan telah terdaftar dengan nomor perkara 5/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel.
“Pemohon Hasto Kristiyanto dan sebagai pihak termohon yaitu KPK,” katanya saat dikonfirmasi Tempo, Jumat, 10 Januari 2025.
Namun, KPK tidak hadir saat sidang perdana praperadilan Hasto yang digelar pada Selasa, 21 Januari 2025. Biro Hukum KPK mengajukan permohonan penundaan sidang praperadilan Hasto kepada PN Jakarta Selatan, yang menjadi alasan ketidakhadiran mereka.
Praperadilan Hasto Ditolak
Sayangnya, permohonan praperadilan Hasto ditolak hakim dalam sidang putusan di PN Jakarta Selatan pada Kamis, 13 Februari 2025. Hakim menyatakan permohonan pemohon praperadilan kabur atau tidak jelas, karena pemohon menggabungkan sah tidaknya dua surat perintah penyidikan atau sah tidaknya penetapan tersangka dalam satu permohonan. Oleh karena itu, permohonan praperadilan tersebut tidak dapat diterima.
Praperadilan Kedua
Meskipun ditolak, Hasto Kristiyanto tak menyerah begitu saja. Ia kembali mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. “Kami telah mengajukan dua permohonan praperadilan berdasarkan putusan hakim pada 13 Februari 2025,” ucap kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, dalam keterangan tertulis pada Senin, 17 Februari 2025.
Penahanan Hasto
Setelah ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2024, babak baru pun dimulai: Hasto akhirnya resmi ditahan KPK pada Kamis, 20 Februari 2025. Sekjen PDIP itu ditahan selama 20 hari terhitung mulai 20 Februari 2025 sampai dengan 11 Maret 2025 di Cabang Rumah Tahanan Negara dari Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur.
“Pada 23 Desember 2024, KPK telah menetapkan Sdr. HK sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024,” kata Setyo Budiyanto saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Februari 2025.
Sidang Perdana Hasto
Hasto menjalani sidang perdana di PN Jakarta Pusat pada Jumat, 14 Maret 2025. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, perkara ini terdaftar dengan Nomor: 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst.
Kasus ini didaftarkan di PN Jakarta Pusat pada 7 Maret 2025, setelah sebelumnya, pada 6 Maret 2025, penyidik KPK telah menyerahkan berkas perkara beserta barang bukti kepada JPU. Dengan pelimpahan ini, perkara Hasto resmi memasuki tahap penuntutan. Otomatis, praperadilan kedua yang diajukan Hasto pun batal demi hukum.
Dakwaan Terhadap Hasto
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh JPU, Hasto diduga telah memberikan suap sebesar 57.350 dolar Singapura (sekitar Rp600 juta) kepada Wahyu Setiawan. Tujuan utamanya? Agar KPU menyetujui permohonan PAW anggota DPR dari PDIP, yakni dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Selain itu, Hasto juga didakwa melakukan upaya perintangan penyidikan dengan cara memerintahkan ajudannya untuk menyembunyikan atau bahkan merusak barang bukti berupa telepon genggam.
Jaksa mengungkapkan bahwa pada 10 Juni 2024, Hasto sempat mengaku kepada penyidik KPK bahwa ia tidak memiliki telepon genggam. Namun, berdasarkan informasi yang diperoleh, telepon genggam yang sebenarnya ternyata telah dititipkan kepada ajudannya, Kusnadi. Setelah mengetahui hal tersebut, penyidik KPK mencoba menyita telepon genggam tersebut. Sayangnya, upaya ini tak membuahkan hasil signifikan karena ponsel milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku diduga telah dimusnahkan sebelumnya.
Lebih mengejutkan lagi, JPU juga menyebut bahwa Hasto memerintahkan agar ponsel Harun Masiku direndam ke dalam air untuk menghilangkan bukti komunikasi terkait dugaan suap ini. Instruksi tersebut diduga diberikan melalui penjaga Rumah Aspirasi PDIP, Nur Hasan. Perintah ini diberikan tak lama setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Wahyu Setiawan.
Eksepsi Hasto
Sidang eksepsi atau pembelaan Hasto digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jumat, 21 Maret 2025. Dalam pembelaannya, Hasto meminta majelis hakim membebaskan dirinya dari kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang didakwakan JPU.
Menurut Hasto, terdapat keraguan mendasar dalam pembuktian dakwaan yang diajukan oleh jaksa, baik dalam hal kejelasan unsur pidana maupun ketepatan penerapan hukum. Ia berpegang pada prinsip in dubio pro reo, asas fundamental dalam hukum pidana, yang menyatakan setiap keraguan harus ditafsirkan demi keuntungan terdakwa.
“Oleh karena itu, demi menegakkan keadilan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia kami memohon kepada majelis hakim yang terhormat untuk menerima dan mengabulkan eksepsi ini serta menyatakan bahwa dakwaan yang diajukan tidak dapat diterima atau batal demi hukum,” ujar Hasto saat membacakan nota keberatan.
Hasto memohon kepada majelis hakim agar memutuskan pemeriksaan perkara tersebut tidak dilanjutkan. Sekjen PDIP itu juga memohon hak, kedudukan, serta nama baiknya dipulihkan. Tak hanya itu, ia juga memohon majelis hakim membebaskannya dari tahanan dalam waktu paling lambat 1×24 jam, serta barang miliknya yang disita dikembalikan.
Eksepsi Hasto Ditolak
Namun, harapan Hasto pupus. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak seluruh nota keberatan Hasto Kristiyanto dan tim penasihat hukumnya. Penolakan itu dibacakan dalam agenda pembacaan putusan sela yang digelar, Jumat, 11 April 2025.
“Mengadili menyatakan keberatan dari penasihat hukum dan terdakwa Hasto Kristiyanto tidak dapat diterima,” kata Ketua majelis hakim Pengadilan Tipikor, Rios Rahmanto saat membacakan putusannya, Jumat.
Dengan ditolaknya eksepsi atau nota keberatan Hasto, persidangan dugaan korupsi dalam perkara Harun Masiku akan dilanjutkan.
“Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara Nomor 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst atas nama Hasto Kristiyanto berdasarkan surat dakwaan penuntut umum,” lanjut Rios.
Sidang Pembuktian
Sidang pembuktian kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto telah digelar dalam enam persidangan pemeriksaan saksi, berlangsung sejak Kamis, 17 April hingga Jumat, 9 Mei 2025. Sedikitnya 11 saksi telah diperiksa oleh pengadilan dalam kasus ini.
- Sidang Pemeriksaan Saksi, Kamis 17 April 2025
Dalam sidang perdana pemeriksaan saksi pada Kamis, 17 April, Jaksa KPK menghadirkan Ketua KPU periode 2017–2022 Arief Budiman, Wahyu Setiawan, dan Mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina. Agustiani mangkir.
- Sidang Pemeriksaan Saksi, Kamis 24 April 2025
Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang pemeriksaan saksi lanjutan sepekan kemudian pada Kamis, 24 April. Kuasa hukum Hasto, Ronny Talappessy, mengatakan salah satu saksi pada sidang kliennya adalah Agustiani. Sedangkan Jaksa KPK menghadirkan Saeful Bahri dan pengacara PDIP Donny Tri Istiqomah. Saeful Bahri absen.
- Sidang Pemeriksaan Saksi, Jumat 25 April 2025
Sebanyak tiga saksi dihadirkan jaksa KPK pada sidang lanjutan yang digelar Jumat, 25 April 2025. “Kami tim JPU akan menghadirkan saksi-saksi, sebagai berikut, Ilham Yulianto, Patrick Gerard, dan Rahmat Setiawan Tonidaya,” kata Jaksa KPK Budhi Sarumpaet.
- Sidang Pemeriksaan Saksi, Rabu 7 Mei 2025
Jaksa KPK menghadirkan dua saksi pemeriksaan saksi pada Rabu, 7 Mei. Kedua saksi tersebut adalah mantan anggota DPR Fraksi PDIP Riezky Aprilia, serta Saeful Bahri. Saeful lagi-lagi absen.
- Sidang Pemeriksaan Saksi, Kamis 8 Mei 2025
Sidang pemeriksaan saksi kembali digelar pada Kamis, 8 Mei. Jaksa KPK mendatangkan dua saksi, yakni staf pribadi Hasto, Kusnadi, dan petugas keamanan Kantor DPP PDIP, Nur Hasan.
- Sidang Pemeriksaan Saksi, Jumat 9 Maret 2025
Dalam persidangan Jumat, 9 Maret, Jaksa menghadirkan dua penyidik KPK. Dua penyidik tersebut yaitu Rossa Purbo Bekti dan Rizka Anungnata. Rizka absen.
Pemeriksaan Terdakwa
Sidang pemeriksaan terdakwa terhadap Hasto digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 26 Juni 2025. Dalam agenda itu, JPU bertanya apakah Hasto mengenal Harun Masiku. Hasto pun menceritakan awal mula ia mengenal Harun Masiku yang berstatus buronan tersebut.
“Izin Yang Mulia, saya mengenal Harun Masiku ketika proses pencalegan pada tahun 2019,” tutur Hasto, pada Kamis.
Hasto melanjutkan, kala itu Harun Masiku menemuinya di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP dengan membawa biodata, sekaligus menyatakan niat mendaftar sebagai calon anggota legislatif atau caleg pada pemilihan umum atau Pemilu 2019. Karena menjadi caleg bersifat terbuka, Hasto meminta Harun Masiku datang ke sekretariat guna mengisi biodata.
“Itu perkenalan dan pertemuan saya pertama dengan saudara Harun Masiku.”
Tuntutan JPU
Terkini, JPU KPK telah menuntut Hasto Kristiyanto dengan hukuman tujuh tahun penjara! Ia dinilai terbukti terlibat dalam kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR serta melakukan perintangan penyidikan dalam perkara Harun Masiku.
“Menjatuhkan pidana kepada terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto oleh karenanya dengan pidana penjara selama 7 tahun,” tegas Jaksa KPK saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 3 Juli 2025.
Selain hukuman penjara, jaksa juga meminta hakim menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 600 juta kepada Hasto. Jika denda tersebut tidak dibayar, akan diganti dengan kurungan selama enam bulan.
Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 5 Ayat (1) UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP tentang perintangan penyidikan.
Pertimbangan Jaksa Tuntut Hasto 7 Tahun Penjara
Dalam pembacaan tuntutannya, JPU mengungkap sejumlah hal yang menjadi pertimbangan memberatkan dalam menuntut Hasto. Salah satu faktor utama adalah sikap Hasto yang dinilai tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, Hasto juga tidak mengakui perbuatannya sepanjang proses persidangan, yang semakin memberatkan posisinya.
Di sisi lain, jaksa mencatat beberapa hal yang meringankan tuntutan Hasto. Antara lain, Hasto bersikap sopan selama persidangan, memiliki tanggungan keluarga, serta catatan bahwa ia belum pernah dihukum sebelumnya.
Tiga Tindakan Hasto Merintangi Penyidikan
Dalam persidangan itu, JPU Takdir Suhan juga memaparkan tiga bentuk tindakan Hasto yang dianggap telah merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Dalam analisis yuridis yang dibacakan, jaksa menyoroti kesaksian dua staf Hasto, yakni Kusnadi dan Nurhasan, yang dianggap memberikan keterangan tidak sesuai fakta karena keduanya adalah bawahan langsung Hasto.
“Fakta yang sebenarnya adalah ‘Bapak’ yang memberikan amanat melalui Nurhasan dan memerintahkan Harun Masiku merendam telepon genggam, serta memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya adalah terdakwa,” ungkap Takdir, menegaskan peran Hasto.
Akibat perbuatan Hasto, penyidik KPK merasa sangat dirintangi. Sebab, dengan dihilangkannya ponsel berisi jejak kejahatan itu, penyidik tidak dapat menemukan bukti komunikasi dan informasi penting mengenai Harun Masiku.
“Dapat disimpulkan bahwa terdakwa secara langsung maupun tidak langsung, telah secara nyata mencegah dan merintangi penyidikan terhadap Harun Masiku. Hal tersebut setidak-tidaknya dari tiga fakta utama,” kata dia.
Berikut adalah tiga fakta utama perintangan penyidikan Hasto Kristiyanto menurut Jaksa KPK:
- Pada 8 Januari 2020, Hasto melalui Nurhasan memerintahkan Harun Masiku agar merendam telepon genggamnya ke dalam air. Ini dilakukan untuk menghilangkan jejak. Selain itu, Hasto juga memerintahkan Harun untuk menunggu di kantor DPP PDIP supaya keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK;
- Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sendiri. Tujuannya jelas: untuk menghilangkan bukti keterlibatan dan keberadaan Harun Masiku, sehingga Harun tidak bisa ditemukan oleh penyidik;
- Pada 10 Juni 2024, saat Hasto menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK, dia membawa ponsel merek Vivo 1713 berkelir putih dalam kondisi kosong. Ini adalah upaya untuk mengelabui penyidik. Ternyata, dia menitipkan ponselnya yang lain kepada Kusnadi sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
“Dengan demikian, kami berpendapat, unsur mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan telah dapat dibuktikan,” tutur Takdir.
Kesimpulan:
Tuntutan 7 tahun penjara terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ini menjadi titik krusial dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, terutama dalam kasus Harun Masiku yang begitu panjang dan penuh misteri. Ini menunjukkan komitmen serius penegak hukum untuk menyeret siapa pun yang terlibat, tak peduli jabatannya. Masa depan Hasto Kristiyanto kini berada di tangan majelis hakim, dan putusan yang akan datang tentu akan sangat dinantikan publik.
Bagaimana menurut Anda, apakah tuntutan ini sudah adil? Bagikan pendapat Anda di kolom komentar dan mari kita diskusikan bersama kasus yang mengguncang panggung politik ini!









Leave a Comment