
Sains Indonesia – , Jakarta – Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Bambang Waluyo, menilai pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk Tom Lembong tidak tepat. Alasannya perkara korupsi keduanya masih bergulir dan belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Bambang menuturkan Presiden Prabowo Subianto harusnya menunggu perkara korupsi Sekjen PDIP dan eks Menteri Perdagangan itu inkrah sebelum memberikan pengampunan. Terlebih Tom Lembong telah menyatakan akan mengajukan banding.
Ia menilai kebijakan ini berdampak buruk terhadap prinsip negara hukum, rasa keadilan, dan aspek kemanfaatan. Ia mengingatkan langkah seperti ini bisa membuka peluang kasus serupa terulang di masa depan. “Sebagai ilmuwan, ya, enggak setuju karena korupsi itu tindak pidana khusus. Yang tindak pidana khusus itu ada beberapa kekhususan, termasuk tadi peradilannya peradilan khusus,” kata dia saat dihubungi Tempo pada Ahad, 3 Agustus 2025..
Selain itu, baik Hasto maupun Tom Lembong seharusnya masih memiliki kesempatan untuk membuktikan bahwa mereka tidak bersalah, selama kasusnya belum berkekuatan hukum tetap. Apalagi, dalam konteks hukum, opini publik tidak selalu sejalan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
Persidangan perkara Tom Lembong menuai kritik karena hakim menyatakan dia tidak memiliki niat jahat dan tidak menikmati uang korupsi. Namun, hakim tetap memvonisnya bersalah dengan dalih mendukung ekonomi kapitalis.
Sementara Hasto Kristiyanto dinyatakan terbukti memberikan suap untuk memuluskan koleganya, Harun Masiku, maju ke parlemen lewat mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Selama perkaranya bergulir, Hasto kerap berdalih dirinya menjadi korban kriminalisasi.
Dengan adanya pengampunan ini, Hasto dan Tom Lembong harus menerima putusan pengadilan tingkat pertama sebagai keputusan akhir. “Yang dilihat umum dengan peradilan belum tentu sama. Mungkin dianggap enggak salah, tapi kalau menurut hukum salah, mau gimana? Karena kasusnya belum inkrah,” kata Bambang.
Meski begitu, Bambang tetap menghormati keputusan Presiden karena merupakan bagian dari hak prerogatifnya. Ia juga mencatat hampir semua presiden di Indonesia pernah memberikan pengampunan kepada narapidana, meskipun, menurutnya, mayoritas kasus yang mendapatkannya berkaitan dengan perkara politik. “Jadi itu memang haknya presiden. Tapi menurut saya, ya hak itu harus digunakan sesuai dengan kemanfaatan dan sebagainya,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa pemberian amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tidak memerlukan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Dalihnya karena tidak ada satu pun regulasi yang mengatur ketentuan amnesti untuk kasus yang sudah inkrah. Begitu juga dengan abolisi untuk Tom Lembong.
“Intinya adalah, baik amnesti maupun abolisi yang menghentikan proses penuntutan dan termasuk memberi pengampunan, tidak sama sekali ada aturannya bahwa keputusannya itu harus inkrah. Nggak ada,” kata Supratman di Kantor Kementerian Hukum, pada Jumat, 1 Agustus 2025.
Pilihan Editor: Cara Eks Amir JI Para Wijayanto Ajak Napi Terorisme Bertaubat









Leave a Comment