Fadli Zon Bantah Pemerkosaan Mei 98: Hoaks atau Penghapusan Sejarah? Aktivis Wanita Murka!

Admin Utama

June 14, 2025

3
Min Read

Pernyataan Mengejutkan Menteri Fadli Zon Soal Perkosaan Mei 1998: Hanya Mitos?

Pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, soal Peristiwa Mei 1998 tengah menjadi kontroversi besar. Ia menyebut kekerasan seksual, khususnya pemerkosaan massal, sebagai “rumor” dan “tidak ada bukti”. Pernyataan ini langsung memicu reaksi keras dari aktivis perempuan dan sejumlah pihak, yang menyebutnya sebagai pengaburan sejarah dan pelecehan terhadap korban. Apa sebenarnya yang dikatakan Fadli Zon, dan mengapa pernyataannya begitu kontroversial? Simak fakta-fakta mengejutkan di bawah ini!

Dalam wawancara di kanal YouTube IDN Times, Fadli Zon menantang siapapun untuk membuktikan adanya pemerkosaan massal selama kerusuhan Mei 1998. Ia bahkan menyatakan bahwa informasi tersebut tidak tercatat dalam buku sejarah. “Ada pemerkosaan massal? Betul enggak, ada pemerkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya. Itu adalah cerita. Kalau ada tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada,” tegasnya. Ia bahkan menyebut laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang telah mengungkap banyak kesaksian dan bukti perkosaan sistematis terhadap perempuan Tionghoa sebagai klaim yang tak bisa dibuktikan.

Bantahan Keras dari Aktivis Perempuan: Sejarah Tak Boleh Dipalsukan!

Reaksi keras langsung datang dari para aktivis perempuan dan HAM. Ita Fatia Nadia, salah satu aktivis yang mendampingi korban kekerasan seksual saat itu, menyebut pernyataan Fadli Zon sebagai “penyimpangan fakta sejarah”. Ia menegaskan bahwa peristiwa pemerkosaan massal tersebut telah terdokumentasi dengan baik, bahkan tercatat dalam buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI. Buku tersebut mencatat pemerkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa di Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, dan Solo.

Kamala Chandrakirana, aktivis perempuan dan HAM lainnya, menyebut pernyataan Fadli Zon sebagai bukti nyata “budaya penyangkalan” yang masih bercokol di pemerintahan. Ia mengacu pada laporan Pelapor Khusus PBB, Radhika Coomaraswamy, yang juga telah mencatat adanya budaya penyangkalan yang menghambat penegakan hukum terkait kekerasan seksual dalam peristiwa 1998. Laporan TGPF sendiri mencatat puluhan korban perkosaan dan kekerasan seksual, dengan mayoritas korban berasal dari etnis Tionghoa. Laporan tersebut juga mencatat detail mengerikan seperti gang rape dan perkosaan di depan umum.

Penulisan Ulang Sejarah: Menghapus Tragedi Kemanusiaan?

Kontroversi ini semakin memanas mengingat pemerintah, di bawah kepemimpinan Menteri Fadli Zon, tengah menggarap penulisan ulang sejarah nasional. Draf Kerangka Konsep Penulisan “Sejarah Indonesia” yang bocor menunjukkan beberapa pelanggaran HAM berat, termasuk pemerkosaan Mei 1998, Penembakan Misterius (Petrus), dan Tragedi Trisakti, sengaja dihilangkan. Hal ini semakin menguatkan kecurigaan bahwa pemerintah mencoba untuk mengaburkan fakta sejarah yang menyakitkan.

Profesor Sulis dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pun ikut angkat bicara. Ia menyebut upaya penyangkalan dan penghapusan peristiwa kekerasan seksual dalam penulisan ulang sejarah sebagai “penyesatan identitas bangsa”. Ia menekankan pentingnya belajar dari negara lain seperti Jepang dan Jerman dalam menghadapi masa lalu kelam dan mengakui kejahatan terhadap kemanusiaan.

Komnas Perempuan: Bukti Nyata Eksistensi Peristiwa Perkosaan Mei 98

Ita Fatia Nadia juga mengingatkan bahwa klaim Fadli Zon telah mengingkari pembentukan Komnas Perempuan. Ia menceritakan pertemuannya dengan Presiden BJ Habibie pada tahun 1998, di mana Presiden Habibie mengakui terjadinya pemerkosaan massal dan selanjutnya membentuk Komnas Perempuan sebagai bentuk respon atas tragedi tersebut. Pernyataan Fadli Zon, menurut Ita, justru menegasikan dan menyangkal eksistensi Komnas Perempuan itu sendiri.

Kesimpulan: Sejarah Harus Diingati, Bukan Dihapus!

Pernyataan kontroversial Fadli Zon telah membuka kembali luka lama dan memicu debat nasional tentang bagaimana kita seharusnya menghadapi sejarah kelam bangsa ini. Pengabaian atau penghapusan fakta kekerasan seksual terhadap perempuan dalam peristiwa Mei 1998 merupakan bentuk ketidakadilan yang tidak dapat diterima. Apakah kita akan terus membiarkan budaya penyangkalan ini berlanjut? Atau kita akan berani untuk menghadapi masa lalu dan membangun masa depan yang lebih baik?

Bagaimana pendapatmu tentang pernyataan Menteri Fadli Zon? Bagikan opini dan pendapatmu di kolom komentar dan jangan lupa share artikel ini!

Leave a Comment

Related Post