
HEBOH! Koruptor Dapat ‘Tiket Bebas’ dari Presiden Prabowo, Benarkah Demi Persatuan? Ini Dia Fakta di Baliknya!
Pemberian pengampunan hukum kepada terdakwa kasus korupsi, termasuk amnesti untuk Hasto Kristiyanto dan abolisi bagi Thomas Trikasih Lembong oleh Presiden Prabowo Subianto, sontak menjadi sorotan publik. Langkah berani ini menuai pro dan kontra. Mungkinkah ini pertanda buruk bagi masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia, atau justru sebuah manuver cerdas untuk stabilitas nasional? Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, punya jawabannya!
Prasetyo Hadi dengan tegas menepis kekhawatiran bahwa keputusan Presiden Prabowo Subianto ini akan menciptakan preseden buruk. Menurutnya, ini bukanlah lampu hijau bagi para pelaku rasuah. “Enggak lah,” ujarnya santai di kompleks parlemen Jakarta, Senin, 4 Agustus 2025. Ia menjelaskan bahwa hak prerogatif Presiden untuk memberikan pengampunan sudah diatur konstitusi. Lebih dari itu, langkah ini didasari semangat luhur: persatuan dan kesatuan bangsa.
Mari kita ingat sejenak siapa saja yang mendapat ‘durian runtuh’ ini. Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan, sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara terkait kasus impor gula periode 2015-2016. Sementara itu, eks Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dijatuhi hukuman 3,5 tahun bui karena kasus suap anggota KPU, Wahyu Setiawan, untuk memuluskan jalan Harun Masiku menjadi Anggota DPR.
Mensesneg Prasetyo Hadi lebih lanjut memaparkan, pengampunan ini bukanlah berarti membiarkan korupsi merajalela. Prabowo disebut memanfaatkan hak istimewa ini karena kedua kasus tersebut memiliki “nuansa politik” yang kental. “Dalam dua kasus ini yang nuansanya lebih banyak ke masalah politik, itu yang Bapak Presiden menggunakan hak. Mari kita kurangi kegaduhan-kegaduhan politik,” jelas politikus Partai Gerindra tersebut, mengisyaratkan bahwa stabilitas politik adalah prioritas.
Namun, tidak semua setuju dengan pandangan ini. Novel Baswedan, eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), punya pendapat berbeda. Ia justru khawatir amnesti dan abolisi semacam ini bisa berdampak sangat negatif pada upaya pemberantasan korupsi. Novel menjelaskan, jika penyelesaian kasus korupsi didasari kepentingan politik, maka sangat mungkin cara serupa akan terulang di masa depan. “Besok-besok bisa jadi ada orang kuat, orang punya pengaruh politik, dia kemudian menggunakan langkah ini untuk lolos dari jeratan tindak pidana korupsi,” ungkap Novel, Jumat, 1 Agustus 2025.
Meski begitu, Prasetyo Hadi tetap pada pendiriannya. Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat itu bersikukuh bahwa amnesti dan abolisi adalah jalan keluar untuk mencapai stabilitas sosial dari kasus pidana yang terus diperdebatkan. “Kita butuh ketenangan untuk kita bisa membangun dan memperbaiki seluruh masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Jangan energinya kita kurangi untuk hal-hal yang kurang produktif,” tegasnya.
Suara kritis juga datang dari Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Yassar Aulia. Ia menggarisbawahi potensi dampak negatif dari keputusan ini terhadap kepercayaan publik pada institusi peradilan. Yassar menyebut, tindakan Prabowo yang menutup perkara saat belum berkekuatan hukum tetap (inkracht) berpotensi besar membuat masyarakat tidak lagi percaya pada proses hukum.
Menurut Yassar, seharusnya lembaga eksekutif menghargai proses peradilan. Biarkan saja keberatan terdakwa disampaikan melalui banding, kasasi, hingga peninjauan kembali. Bahkan, kata Yassar, bisa ditempuh proses etik di Komisi Yudisial melalui pemeriksaan hakim yang memutus. Yassar sangat menyayangkan pilihan Prabowo, sebab penanganan kasus korupsi yang memicu perhatian publik ini seharusnya bisa menjadi pijakan bagi pemerintah dan DPR untuk memperbaiki kebijakan di masa depan, bukan malah dihentikan.
Keputusan Presiden Prabowo Subianto dalam memberikan amnesti dan abolisi kepada dua tokoh yang terlibat kasus korupsi ini memang menuai perdebatan sengit. Di satu sisi, pemerintah berdalih demi stabilitas dan persatuan, namun di sisi lain, para pegiat anti-korupsi melihatnya sebagai ancaman serius bagi pemberantasan korupsi dan kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
Bagaimana menurut Anda? Apakah langkah ini sebuah solusi brilian atau justru bumerang bagi pemberantasan korupsi di negeri ini? Yuk, bagikan pendapat Anda di kolom komentar dan sebarkan artikel ini agar semakin banyak yang tahu!









Leave a Comment