
Sains Indonesia – , Jakarta – Penelitian terbaru mengungkap asal-usul tanaman kentang yang selama ini menjadi salah satu sumber karbohidrat utama dunia. Studi tersebut menyebut bahwa kentang kemungkinan berasal dari hasil perkawinan acak antara tanaman tomat liar dan spesies mirip kentang sekitar 8 hingga 9 juta tahun lalu.
Kentang budi daya yang dikenal saat ini (Solanum tuberosum) termasuk dalam kelompok garis keturunan Petota, bersama dengan 107 spesies kentang liar. Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan di jurnal Cell pada 31 Juli lalu, garis keturunan Petota muncul dari persilangan antara nenek moyang dua kelompok lain, yakni Tomato, yang mencakup 17 spesies hidup termasuk Solanum lycopersicum, dengan Etuberosum, yang terdiri dari tiga spesies asal Amerika Selatan.
“Dari perspektif evolusi, kami memiliki perbedaan (pendapat) yang belum terselesaikan terkait hubungan antara garis keturunan Tomato, Petota, dan Etuberosum,” ujar Sandra Knapp, ahli botani dari Natural History Museum di London, Inggris, sekaligus salah satu penulis studi itu seperti dikutip dari laporan Live Science, 31 July 2025.
Knapp menjelaskan bahwa perkawinan silang ini menciptakan kombinasi gen baru dalam garis Petota, yang kemudian memunculkan umbi—struktur bawah tanah tempat penyimpanan air dan nutrisi yang dimanfaatkan manusia. Tanaman Tomato dan Etuberosum sendiri tidak memiliki umbi, dan struktur ini tidak muncul lagi dalam garis keturunan mereka sejak peristiwa hibridisasi tersebut.
“Temuan kami menunjukkan bagaimana peristiwa hibridisasi antarspesies dapat memicu evolusi sifat-sifat baru, sehingga memungkinkan munculnya lebih banyak spesies,” kata Sanwen Huang, profesor tentang genom pertanian di Akademi Ilmu Pertanian Cina yang juga termasuk dalam tim studi. “Kami akhirnya memecahkan misteri dari mana asal kentang,” katanya menambahkan.
Para peneliti seluruhnya menganalisis genom 128 tanaman dari ketiga garis keturunan tersebut. Hasilnya menunjukkan pola genetik seperti mosaik pada Petota, yakni campuran DNA dari Tomato dan Etuberosum, yang menandakan bahwa asal-usul kentang berasal dari peristiwa perkawinan silang antara dua garis tersebut sekitar 8-9 juta tahun lalu.
Knapp, Huang, dan yang lainnya juga menemukan bahwa Tomato dan Etuberosum memiliki nenek moyang bersama sekitar 13 hingga 14 juta tahun lalu. Meskipun keduanya telah berevolusi secara terpisah, mereka masih cukup mirip secara genetik untuk bisa kawin silang lima juta tahun setelahnya.
Adapun tanaman kentang hasil hibrida mampu menghasilkan umbi berkat kombinasi gen dari kedua garis keturunannya itu. Gen SP6A dari Tomato berevolusi dalam kentang untuk memberikan instruksi tentang kapan harus membentuk umbi, sementara gen IT1 yang berasal dari Etuberosum juga turut berperan dalam proses tersebut.
Menurut para peneliti, kemampuan menghasilkan umbi membantu tanaman kentang bertahan hidup dan menyebar ke wilayah baru ketika Pegunungan Andes sedang mengalami pengangkatan geologis yang cepat.
Kemampuan tanaman kentang menyimpan nutrisi dan air diduga membuatnya lebih tahan terhadap lingkungan ekstrem dibandingkan Etuberosum dan Tomato. Hal ini tidak hanya mendorong penyebaran geografis kentang, tapi juga mencegah persilangan kembali dengan kedua garis tersebut, sehingga Petota berkembang sebagai garis evolusi yang benar-benar baru.
“Evolusi umbi memberikan kentang keunggulan besar di lingkungan yang keras, mendorong ledakan spesies baru, dan berkontribusi pada keragaman kentang yang kaya seperti yang kita lihat dan andalkan saat ini,” kata Huang.
Pilihan Editor: Peran Penting Saintis Warga dalam Konservasi Spesies Langka
					








Leave a Comment