
BANGKOK, KOMPAS.com – Menjelang perundingan damai, Perang Thailand-Kamboja hingga Minggu (27/7/2025) menewaskan sedikitnya 35 orang, melukai lebih dari 200 orang, dan menyebabkan lebih dari 200.000 orang mengungsi.
Thailand mencatat 22 korban tewas, termasuk 14 warga sipil. Lebih dari 139.000 orang dari tujuh provinsi telah mengungsi dan ditampung di lokasi darurat pemerintah.
Sementara itu, Kamboja pada Sabtu (26/7/2025) melaporkan bahwa 13 orang tewas di Provinsi Oddar Meanchey, yang berbatasan langsung dengan Surin, Thailand.
Baca juga: Thailand dan Kamboja Gelar Perundingan Damai di Malaysia Besok
Delapan korban di antaranya merupakan warga sipil, dan lebih dari 50 orang terluka.
Kementerian Pertahanan Kamboja menyebut sedikitnya 80.000 warga telah mengungsi akibat konflik tersebut. Data korban terbaru belum dirilis pada Minggu.
Kedua pihak saling menuding sebagai pemicu konflik yang dimulai sejak Kamis (24/7/2025) pekan lalu.
Menurut laporan kantor berita pemerintah Malaysia, para pemimpin Thailand dan Kamboja dijadwalkan bertemu pada Senin (28/7/2025) siang di Kuala Lumpur.
Pertemuan ini disebut difasilitasi oleh Amerika Serikat (AS) dan turut dihadiri oleh China, sebagaimana dilansir CNN.
Baca juga: Update Perang Thailand-Kamboja: Kedua Negara Masih Saling Tembak
Perdana Menteri Kamboja Hun Manet telah mengonfirmasi kehadirannya. Ia mengatakan pertemuan tersebut merupakan upaya diplomatik untuk meredakan perang.
Sementara itu, Pemerintah Thailand juga menyatakan bahwa Plt Perdana Menteri Phumtham Wechayachai akan turut hadir dalam pembicaraan tersebut.
“Pertemuan ini dimaksudkan untuk mendengarkan semua usulan yang dapat berkontribusi pada pemulihan perdamaian,” kata pernyataan dari Pemerintah Thailand.
Namun, Pemerintah Thailand menegaskan tidak akan berkompromi terkait kedaulatan wilayahnya.
“Pemerintah Thailand tetap berkomitmen untuk mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayah negara. Setiap jengkalnya,” ujar juru bicara pemerintah, Jirayu Houngsub.
Dia juga menegaskan bahwa Thailand tidak akan bernegosiasi soal peta yang digunakan dalam proses gencatan senjata.
Baca juga: Perang Thailand-Kamboja Berlanjut di Hari Ke-4, Keduanya Saling Tuding
Perang berlanjut
Meski Presiden AS Donald Trump telah mengumumkan kesepakatan damai, Pemerintah Thailand pada Minggu menyatakan belum siap menghentikan operasi militer.
Trump menyatakan telah memperingatkan kedua negara bahwa kelanjutan konflik dapat membahayakan perjanjian perdagangan mereka dengan AS.
Dia menambahkan, “Negeri Paman Sam” tidak akan melanjutkan kerja sama ekonomi jika kekerasan tidak dihentikan.
Thailand menuduh Kamboja terus melancarkan serangan artileri ke wilayah sipil di Provinsi Surin dan sejumlah titik lain.
“Penghentian permusuhan apa pun tidak dapat dicapai ketika Kamboja berulang kali melanggar prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia dan hukum humaniter,” demikian pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Thailand.
Baca juga: Thailand dan Kamboja Gelar Perundingan Damai di Malaysia Besok
Phumtham menegaskan bahwa Thailand tidak menghendaki negara ketiga untuk menjadi mediator. Namun, ia mengapresiasi perhatian Trump terhadap situasi tersebut.
“Kami telah mengusulkan pertemuan bilateral antara menteri luar negeri kami, untuk menyimpulkan syarat-syarat apa yang diperlukan untuk gencatan senjata dan penarikan pasukan serta senjata jarak jauh,” kata Phumtham dalam konferensi pers.
Dia menambahkan, tentaranya akan terus menjalankan tugas mereka hingga tidak ada lagi bahaya bagi warga sipil.
Sementara itu, pada Minggu pagi waktu setempat, pasukan Thailand disebut telah menyerang sejumlah lokasi di Kamboja dengan drone, tembakan tank, bom cluster, dan bom udara.
Informasi ini disampaikan oleh juru bicara Kementerian Pertahanan Kamboja Letnan Jenderal Maly Socheata.
Baca juga: Warga Perbatasan Thailand-Kamboja Ingin Damai, Akur dengan Tetangga
Perang perebutan candi
Beberapa proyektil dilaporkan jatuh di dekat kompleks Candi Preah Vihear, situs warisan dunia UNESCO yang terletak di wilayah utara Kamboja dan sering menjadi sumber ketegangan antarnegara.
Menteri Kebudayaan Kamboja Phoeurng Sackona meminta dukungan komunitas internasional dan PBB untuk melindungi warisan budaya tersebut.
“Saya telah menulis surat kepada UNESCO. Saya ingin memohon kepada seluruh komunitas internasional dan PBB: mohon bantu (kami) menjaga dengan baik, ini adalah warisan budaya,” ujarnya kepada CNN.
Kamboja mengecam serangan militer Thailand yang disebut sebagai tindakan agresi yang disengaja dan terencana.
Baca juga: Menanti Peran High Council ASEAN Selesaikan Konflik Thailand dan Kamboja
Maly mengatakan, serangan dari Thailand terus terjadi meskipun ada tindakan yang dipimpin oleh Trump untuk mengupayakan gencatan senjata.
Ia menambahkan bahwa pasukan Kamboja akan terus membalas serangan.
“Pasukan kami masih aktif menyerang balik dan tidak takut untuk melindungi wilayah ini,” ujar Maly.
Laporan dari NBT menyebutkan, pasukan Kamboja telah menembakkan artileri ke Provinsi Surin, wilayah barat Preah Vihear.
Serangan tersebut merusak sejumlah rumah warga dan memicu respons balasan dari militer Thailand.
Baca juga: Thailand-Kamboja Bahas Gencatan Senjata Usai Trump Ancam Tarif Tinggi









Leave a Comment